jpnn.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan indikator konsumsi masyarakat setelah mengalami tekanan sangat berat pada Mei 2020, menunjukkan tren pembalikan atau turn arround pada Juni 2020.
Namun, kata Sri, di sisi lain indeks ekspektasi kondisi ekonomi Juni dan Juli 2020 mengalami flat lagi.
BACA JUGA: Bu Sri Mulyani Sodorkan Sinyal Tren Pembalikan Ekonomi
"Jadi, momentum ini masih agak rapuh," kata Sri saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (2/9).
Menurut Ani, sapaan akrabnya, memang ada pembalikan yang cukup meyakinkan pada Mei 2020, tetapi momentum tersebut bukan merupakan sesuatu yang harus diterima begitu saja atau taken for granted.
BACA JUGA: Setelah Berkata Seperti Itu, Sri Mulyani Dapat Tepuk Tangan Meriah saat Paripurna DPR
"Artinya, kami harus jaga agar pemulihan itu terjaga momentumnya karena masih sangat dini dan rapuh," ungkap Ani.
Dia menjelaskan bahwa beberapa indikator masyarakat di Kuartal III-2020 menunjukkan adanya pemulihan pada Juli dan Agustus.
BACA JUGA: Sri Mulyani Diminta Ubah Strategi PEN, Pemda Jadi Lokomotif Utama
Meskipun penerimaan pajak pada Juli masih agak mixed karena beberapa pajak seperti PPn mengalami kontraksi lagi.
"Awal September kami akan teliti penerimaan pajak yang menggambarkan aktivitas ekonomi," ungkapnya.
Sementara itu, kata dia, bila dilihat dari mobilitas masyarakat memang menunjukkan adanya aktivitas masyarakat yang makin meningkat kalau dibanding Maret, April, Mei 2020 lalu.
"Ini yang mungkin bisa diharapkan, dengan aktivitas lebih tinggi terjemahannya ialah kegiatan konsumsi dan aktivitas ekonomi akan mulai pulih secara bertahap," kata Ani.
Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal II-2020 mengalami kontraksi, yakni -5,32 persen.
Menurut Ani, dari komposisi agregat demand yang berkontribusi besar terhadap gross domestic product (GDP), konsumsi rumah tangga mengalami penurunan drastis di Kuartal II-2020.
Pada Kuartal I-2020, kata dia, kontribusi rumah tangga masih mengalami pertumbuhan 2,6 persen, tetapi merosot di Kuartal II-2020 menjadi -5,6 persen.
"Dan ini sudah pasti akan membawa kontraksi pada keseluruhan GDP kita," ungkap Ani.
Demikian juga agregat demand yang berasal dari swasta seperti pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi.
"Sesudah Kuartal I-2020 yang telah melemah 1,7 persen, pertumbuhannya di Kuartal II-2020 -8,6 persen," kata Ani.
Ia menambahkan ekspor dan impor juga masih mengalami kontraksi di Kuartal II-2020. Bahkan, kata dia, ekspor yang sempat mengalami capaian positif pertama kali sejak empat kuartal terakhir, itu kemudian mengalami pembalikan kontraktif 11,7 persen.
Tadinya, kata Ani, pihaknya melihat di Kuartal I-2020 ada harapan ketika global economic recovery terjadi sehingga yang terlihat dalam kinerja ekspor mulai tumbuh positif meskipun hanya 0,2 persen.
"Namun itu adalah positif pertama dibanding 2019 yang hampir setiap kuartal adalah kontraktif kecuali Kuartal III-2019," jelas Ani.
Ia menambahkan impor juga demikian. Pada Kuartal I-2020 sudah -2,2 persen, dan Kuartal II-2020 terkontraksi lebih dalam lagi.
Menurutnya, hal ini juga yang memengaruhi purchasing managers index atau PMI Indonesia. "Karena impor terutama bahan baku dan barang modal menunjukkan aktivitas di sektor manufaktur kita," katanya.
Menurut Ani, pemerintah juga mengalami negatif gross pada Kuartal II-2020, yang disebabkan adanya penghentian seluruh kegiatan karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan work from home (WFH). "Sehingga seluruh belanja barang menjadi berhenti," ungkapnya.
Menurut Sri, di sisi lain pemerintah juga melakukan refocussing dan realokasi anggaran, serta perubahan APBN. Karena itu, katanya, pada Kuartal II-2020 mengalami shock dari sisi APBN dan keseluruhan aktivitas pemerintah untuk belanja.
Namun, Ani menjelaskan, adanya instruksi dari Presiden Joko Widodo dan perhatian Kabinet Indonesia Maju, pihaknya melakukan tracking belanja pemerintah.
"Bahkan minggu per minggu. Agustus ini kami sudah melihat gross-nya 8,8 persen month to month. Jadi sudah terjadi akselerasi dari belanja pemerintah sesudah seluruh belanja di taruh di dalam postur Perpres 72," ungkapnya.
Dari sisi demand, kata Ani, juga harus melihat apakah permintaan akan bisa pulih, yaitu yang mengalami kontraksi di sektor konsumsi, investasi, dan ekspor.
Menurut dia, kalau ekspor sangat tergantung dari global economic recovery. Karena itu, yang relatif bisa dikontrol pemerintah adalah yang di dalam negeri yakni konsumsi dan investasi.
Ani menjelaskan konsumsi dan investasi sangat bergantung pada confident. Terutama konsumsi kelas menengah ke atas yang confident terhadap masalah Covid-19 dan pengembalian aktivitas menjadi normal.
"Yang ini tentu tidak akan diperoleh sebelum Covid-19 betul-betul hilang dan bisa dikendaikan secara baik," kata dia.
Bu Ani menjelaskan dari sisi produksi sektor primer atau pertanian pada Kuartal II-2020 mengalami pertumbuhan positif.
Menurut dia, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa ini terjadi karena panen yang bergeser di Kuartal II-2020.
"Kami harap tahun ini relatif basah, maka pada Kuartal III masih akan ada monentum pertanian yang positif. Karena masa panen sudah dilakukan dan masa tanam sudah masuk. Ini nanti masuk Kuartal III-2020," jelasnya.
Namun, Ani menjelaskan yang perlu diwaspadai adalah tahun basah tidak akan berjalan terus.
"Sehingga, harus melihat pada Kuartal IV-2020 dan pada 2021 mengenai pergeseran msuim kering," kata Ani.
Lebih lanjut Ani menjelaskan sektor pertambangan masih mengalami kontraksi dan belum pemulihan. Dan ini juga berlanjut dari kondisi tahun lalu, di mana penerimaan pajak dari bidang pertambangan yang terus menerus mengalami kontraksi.
Menurut Ani lagi, industri pengolahan juga mengalami kontraksi atau - 6,19.
Sementara, sektor utility seperti gas, listrik, dan air juga mengalami kontraksi atau -4,7 persen.
"Terutama pemakaian listrik mengalami penurunan di Kuartal II karena banyak sekali kantor dan industri yang mengalami penutupan karena adanya WFH," kata dia.
Sektor konstruksi juga mengalami pukulan yakni -5,39 persen di Kuartal II-2020, setelah mengalami pertumbuhan 2,9 persen pada Kuartal I-2020 lalu.
Menurut Ani, yang juga diwaspadai adalah pada sektor services yang selama ini memberikan kontribusi cukup baik. Kecuali, sektor informasi dan komunikasi yang memang mengalami pertumbuhan 10 persen ke atas.
Sektor transportasi dan pergudangan mengalami pukulan sangat dalam dengan adanya PSBB dan WFH yakni -30,8 persen. Sektor perdagangan karena adanya penutupan mengalami kontraksi atau -7,57 persen.
"Kalau kami lihat komposisi ini berarti kita bisa melihat mana sektor produksi yang kemungkinan akan ada recovery, dengan adanya kegiatan ekonomi dan sosial yang sekarang sudah direlaksasi. Meskipun kita tetap hati-hati terhadap Covid-19," ujarnya.
Menurut Ani, ke depan diperkirakan sektor transportasi dan pergudangan akan sedikit pulih dibanding kontraksi yang dalam sebelumnya. Sektor informasi dan komunikasi tetap positif. Perdagangan juga mungkin kontraksinya lebih rendah dari Kuartal-II 2020.
"Industri pengolahan dengan PMI di atas 50 kami harap membaik di Kuartal III dan IV-2020," kata dia.
Sementara untuk utility seperti gas, listrik dan air, akan terlihat penggunaan yang bergeser dari kantor menjadi di rumah.
Nah, kata Ani, inilah yang akan terus dipantau secara sangat ketat dari perkembangan di sisi permintaan yaitu konsumsi, investasi dan ekspor selain government spending, dengan sisi produksi terutama pada sektor manufaktur, perdagangan, transportasi, pergudangan dengan sektor penting seperti kontruksi. (boy/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Boy