Simplifikasi Cukai Dinilai Merugikan Pemerintah, Petani Tembakau dan Buruh Rokok

Senin, 03 Agustus 2020 – 15:26 WIB
Sejumlah buruh pabrik rokok sedang bekerja. Ilustrasi Foto: DONNY SETYAWAN/RADAR KUDUS

jpnn.com, JAKARTA - Pengurus Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Sahmihudin dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya Malang, Prof Dr Chandra Fajri Ananda bicara mengenai rencana penerapan simplifikasi Penarikan Cukai pada 2021 mendatang.

Dia menilai rencana itu akan merugikan pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan.

BACA JUGA: Simplifikasi Cukai Justru Lindungi Pabrikan Kecil Lokal

Selain akan mengurangi pendapatan negara dari cukai rokok itu sendiri, konsumsi rokok illegal dan murah di kalangan masyarakat dinilai akan meningkat.

Sementara perusahaan rokok skala kecil dan menengah diprediksikan akan berguguran. Jutaan petani tembakau dan buruh industri rokok  akan kehilangan pekerjaan.

BACA JUGA: Simplifikasi Cukai Hanya Untungkan Perusahaan Asing, Fraksi PKB Minta RPJMN yang Rugikan IHT Diubah

Jalan yang terbaik, menurut dia, pemerintah tetap mempertahankan tata cara penarikan cukai yang selama ini sudah berlangsung dan memenuhi target.

“Jika simplifikasi cukai dapat mematikan industri rokok nasional dan Jika dengan cara yang lama, target penerimaan negara dari cukai rokok, tetap terpenuhi, menurut saya pemerintah sebaiknya tidak perlu melakukan simplifikasi atau penyederhanaan penarikan cukai, dari 10 tier menjadi 3 tier. Tetap pakai yang selama ini sudah berjalan dengan baik,” papar Prof Chandra.

BACA JUGA: Simplifikasi Tarif Cukai Ancaman Bagi Sektor IHT, INDEF: Waspadai Naiknya Rokok Ilegal

Menurutnya, saat ini tidak mungkin pemerintah mematikan industri rokok nasional. Sebab jutaan tenaga kerja hidup dan bekerja  di sektor ini.

Kalau dipaksa untuk  mematikan industri rokok nasional, maka pemerintah harus siap menyediakan lapangan kerja bagi petani tembakau dan buruh rokok.

"Memangnya sudah ada industri pengganti yang dapat menyerap jutaan tenaga kerja industri rokok juga memberikan pemasukan ratusan triliunan rupiah bagi negara?  Jika belum ada, jangan mematikan  industri hasil tembakau nasional. Industri hasil tembakau nasional yang bernilai strategis harus dilindungi," serunya.

Prof Chandra sejauh ini yakin Presiden Jokowi memiliki kepedulian dan perhatian  terhadap keberlangsungan dan keberadaan industri hasil tembakau nasional.

Terpisah, Ketua APTI Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Sahminudin melihat disasar dari rencana penerapan simplifikasi adalah mematikan rokok kretek.

Padahal rokok kretek yang ada di Indonesia merupakan warisan dan tradisi budaya nasional. Hanya ada di Indonesia. Rokok kretek akan dihilangkan dan digantikan oleh rokok putih produksi satu perusahaan rokok asing yang ngotot ingin kebijakan simplifikasi diterapkan.

“Jika simplifikasi diterapkan, pabrik rokok kelas menengah dan kecil yang selama ini memproduksi rokok kretek akan mati, karena harus membayar cukai yang jauh lebih mahal dari yang biasa dia bayar selama ini. Rokok kretek yang menjadi warisan tradisi budaya nasional akan hilang, digantikan rokok putih dan rokok elektrik. Yang rugi adalah petani tembakau nasional, buruh industri rokok dan juga pemerintah, karena akan kehilangan sumber pendapatan dari pajak dan cukai rokok,” papar Sahminudin.

Dia juga menyebut bergugurnya perusahaan atau pabrik rokok menengah dan kecil  ditambah oleh kenaikan cukai rokok setiap tahun membuat harga rokok menjadi sangat mahal.

“Jangan berharap pemerintah akan mendapatkan pendapatan yang banyak dari cukai rokok yang sudah disimplifikasi. Justru dengan simplifikasi, apabila pabrik pabrik rokok pada tutup, hanya tersisa tiga. Sementara masyarakat beralih ke rokok illegal atau rokok murah. Pendapatan pemerintah dari cukai rokok akan berkurang drastis. Pemerintah jelas rugi,” sebutnya.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler