jpnn.com, MATARAM - Jajaran Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) meringkus dua pria berinisial yakni AB (41) dan HS (44) yang terlibat dalam sindikat perdagangan orang lintas negara.
Penangkapan terhadap AB dan HS dilakukan di bawah komando tim Subdit IV bidang Remaja, Anak dan Wanita (Renakta) Polda NTB pada Senin (21/2) sore.
BACA JUGA: Klinik Kecantikan Ilegal Milik SW di Jakarta Timur Terbongkar, Pasiennya Lumayan Banyak
"Mereka ditangkap berdasarkan hasil penyelidikan anggota di lapangan," kata Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Hari Brata didampingi Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto di Mataram, di Mataram, Selasa (23/2).
Diketahui, AB merupakan warga Suralaga, Kabupaten Lombok Timur yang berperan sebagai perekrut di NTB, dan penampung di Jakarta berinisial HS (44) warga Ciracas, Jakarta Timur.
BACA JUGA: Komentar Pedas Pengacara Habib Rizieq soal Kegiatan Jokowi yang Undang Kerumunan
Kombes Hari Brata mengatakan, selain menampung korban, HS ini juga yang memberangkatkan mereka ke negara tujuan.
Hari menyebut bahwa sindikat perdagangan orang lintas negara ini punya modal besar.
BACA JUGA: Dramatis, Penangkapan HE Sempat Jadi Tontonan Warga
Mereka membiayai perekrutan sampai pengiriman korban. Jaminan keuntungan berlipat ganda membuat bisnis haram ini tetap jalan.
"Setiap satu orang yang berhasil direkrut, mereka ini dapat upah sampai Rp 120 juta," ungkap kombes Hari Brata.
Salah seorang wanita korban perdagangan manusia dari sindikat ini berinisial HR (29), warga Suralaga, Kabupaten Lombok Timur.
HR awalnya dijanjikan untuk bekerja di Abu Dhabi sebagai asisten rumah tangga dengan gaji Rp 4 juta per bulannya.
Selain gaji tinggi dan pemberangkatan tanpa biaya, korban juga dijanjikan uang saku Rp 2,5 juta.
Pengurusan Kelengkapan administrasi untuk keberangkatannya juga dibuatkan oleh pelaku. Mulai biaya pemeriksaan kesehatan hingga pembuatan paspor di Kota Mataram.
BACA JUGA: Mafia Tanah di Seluruh Indonesia Siap-siap Saja, Polri Sudah Bergerak
"Namun faktanya, korban malah diselundupkan ke Turki. Modusnya, korban dimasukkan ke negara lain untuk bekerja tetapi menggunakan visa wisata. Pengirimannya secara perorangan," beber Hari Brata.
Sesampainya di Turki, korban kembali ditampung bersama imigran gelap lainnya dalam sebuah ruangan kecil. Makan dan minum hanya sekali sehari. Paspornya juga ditahan agensi.
Ketika diserahkan kepada majikannya, korban kerap mendapat perlakuan tidak manusiawi. Bahkan, gaji yang dijanjikan Rp 4 juta hanya diberikan setengahnya.
"Jadi tidak sampai dua tahun, korban memutuskan kabur dan meminta perlindungan ke KBRI di Ankara pada Desember 2020. Dari situ penyelidikan kami dimulai," tambah Kombes Hari Brata.(antara/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam