Sindiran Fadli Zon Ini Untuk Jokowi?

Selasa, 12 Februari 2019 – 15:27 WIB
Pengguna jalan saat melintas di depan spanduk caleg DPR Dapil Jabar V Fadli Zon di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (12/2). Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menceritakan sebuah kisah saat Petruk menjadi ratu dalam diskusi yang digelar Sekretariat Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno, di Jakarta, Selasa (12/2).

Cerita Fadli cukup menarik, terkesan berisi sentilan politik jelang Pemilihan Presiden 2019. "Saya ingin memulai dengan cerita Petruk menjadi ratu. Singkat cerita, dia menyaru menjadi prabu kantong bolong, kemudian dia menjadi raja," ujar Fadli.

BACA JUGA: Engkong Ridwan Sebut Prabowo Sudah Berjodoh dengan Jabatan Presiden

Setelah menjadi raja, Petruk menurut Wakil Ketua DPR ini, mendapat wahyu ke Prabon dan ketika wahyu lepas, raja kembali menjadi Petruk sesungguhnya.

"Ketika itu, apa pun yang dilakukan pasti salah. Pakai baju salah, mau naik motor salah, marah pun salah," ucapnya.

BACA JUGA: Ibunda Sandiaga Uno Marah Anaknya Kerap Dibilang Sandiwara?

(Baca dong: Komentar Fadli Zon untuk Kebijakan Pemerintah Turunkan Harga BBM)

Fadli kemudian memaparkan pentingnya seorang pemimpin memiliki kapasitas dan kapabilitas. Menurutnya, hampir tak ditemukan tokoh-tokoh negarawan pendiri bangsa yang tidak membaca dan menulis. "Baru sekarang presiden bacanya Doraemon dan segala macam. Ini tragedi," ucapnya.

BACA JUGA: Dapat Dukungan Keluarga Bani Kholil Bangkalan, Kiai Maruf Amin Makin Optimistis Menang

Fadli mencontohkan proklamator Bung Hatta yang menulis buku "Indonesia Merdeka" pada 1927 lalu. Kemudian Bung Karno menulis buku "Indonesia Menggugat".

"Natsir, Noem, Kasman, Sumitro Djoyohadikusumo semua pemikir dan penulis. Karena untuk membawa bangsa ke sebuah cita-cita, harus tahu mau dibawa ke mana. Nakhoda sekarang tidak tahu kapal ini mau di bawa ke mana," katanya.

Fadli kemudian menyebut soal elektabilitas pasangan calon pemimpin di masa mendatang. Menurutnya, ketika petahana memulai elektabilitas di angka 52,53 dan 56 persen, maka sebetulnya petahana telah kalah.

"Karena perolehan dia (Jokowi) di Pilpres 2014 lalu, itu pun dengan berbagai macam kecurangan, hanya 53 persen. Jadi, tidak bergerak dalam kurun waktu lima tahun," katanya.

Fadli menyebut, elektabilitas petahana tidak merangkak naik karena tak ada capaian selama memimpin yang membuat rakyat mengukohkan pilihan untuk kembali memilih petahana.

"Petahana itu biasanya bicara, ini lho yang sudah saya lakukan. Tapi klaim-klaim keberhasilan terlalu mudah untuk dipatahkan. Akhirnya menjadi gimmick, pencitraan, yang menurut saya menghina intelektual," pungkas Fadli pada diskusi yang mengangkat tema 'Jelang Pilpres, Jokowi Blunder dan Panik?' itu (gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Zulkifli Hasan Sarankan Jokowi dan Prabowo Nyanyi Sebelum Debat


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler