Singgung Perintah MK, Chandra Minta Penambangan Andesit di Desa Wadas Disetop

Jumat, 11 Februari 2022 – 21:13 WIB
Ketua LBH Pelita Umat sekaligus Ketua Eksekutif BPH KSHUMI Chandra Purna Irawan. Foto: dokpri Chandra

jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan angkat bicara terkait polemik penambangan andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah (Jateng), untuk kepentingan proyek strategis nasional Bendungan Bener.

"Bahwa sepatutnya kegiatan ini dihentikan mengingat adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020," kata Chandra dalam pendapat hukumnya yang diterima JPNN.com, Jumat (11/2).

BACA JUGA: Aziz Yanuar Komentari Soal Dugaan Kekerasan Aparat di Desa Wadas, Pedas!

Dia menerangkan putusan MK itu merupakan putusan terhadap perkara pengujian formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Salah satu amar putusan MK yaitu memerintahkan menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas," jelasnya.

BACA JUGA: Drone Liar Mengudara di Sirkuit Mandalika, Brimob Bertindak

Menurut Chandra, semestinya pelibatan masyarakat sekitar pertambangan untuk memberi persetujuan atas usaha tambang tidak lagi pada tahapan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), tetapi sejak pemerintah menetapkan kawasan tersebut sebagai daerah tambang.

Selain itu, dia menyebut masyarakat berhak menolak jika penambangan itu akan merugikan mereka. Selama ini, persetujuan masyarakat baru diminta saat izin pertambangan sudah diberikan ke pengusaha sehingga sulit bagi masyarakat menolak.

BACA JUGA: Fakta soal Cincin di Jari Fatimah yang Tewas Kecelakaan Bersama AKP Novandi

Pria yang juga ketua eksekutif BPH KSHUMI itu menekankan bahwa pemberian persetujuan masyarakat pun harus dilakukan secara langsung, melalui referendum lokal.

"Persetujuan rakyat tidak dapat diwakilkan melalui DPRD atau pemerintah daerah karena dikhawatirkan sarat kepentingan pribadi mereka," ujar Chandra.

Terakhir, jika ada masyarakat yang menolak lantas ditangkap dengan tuduhan merintangi atau mengganggu kegiatan Usaha Pertambangan mengacu Pasal 162 UU 4/2009, itu menurutnya tidak dibenarkan.

Chandra berpendapat bahwa Pasal 162 UU No 4/2009 hanya dapat diberlakukan jika pemegang izin usaha pertambangan (IUP) atau IUP khusus telah menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sebelum usaha produksi pertambangan dilakukan.

Menurut dia, Pasal 162 memiliki semangat yang bertentangan dengan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Ketentuan itu menurutnya mengatur bahwa mereka yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata.

"Termasuk warga yang mengabarkan secara langsung sepatutnya tidak dapat dipersoalkan menggunakan UU ITE," ucap Chandra Purna Irawan. (fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler