jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah mahasiswa dari gabungan beberapa kampus mendeklarasikan Sumpah Pemuda 2.0.
Deklarasi itu terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hingga refleksi sembilan tahun masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
BACA JUGA: BEM Surabaya Protes Keras Putusan MK dan Politik Dinasti Jokowi
Adapun deklarasi dipimpin oleh Ketua BEM UI Melki Sedek Huang, Ketua BEM Unpad Haikal Febrian Syah, Sekjen SEMA Paramadina Afiq Naufal, Ketua BEM KM UGM Gielbran Muhammad Noor, dan mahasiswa UNNES Fajar Rahmat Sidik.
"Bagi kami, putusan MK kemarin tidak sedikit pun memberi arti positif bagi generasi kami. la malahan membunuh kepercayaan kami akan terangnya masa depan republik ini," kata Melki Sedek Huang di Gedung Joang '45, Rabu (22/11).
BACA JUGA: DEMA STAI Al-Ishlahiyah Binjai Desak Anwar Usman Dicopot dari Hakim MK
Melki menyinggung politik dinasti yang kini sedang ramai diperbincangkan sejak putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres.
Menurutnya, politik dinasti merupakan ancaman nyata bagi anak miskin yang ingin menjadi pemimpin.
BACA JUGA: Forum Mahasiswa Merah Putih Desak Anwar Usman Mundur dari Hakim MK
"Bangkitnya politik dinasti yang hadir karena pembajakan konstitusi kemarin akan membunuh harapan jutaan pemuda dan anak-anak Indonesia yang bermimpi akan cerahnya masa depan. Politik dinasti adalah ancaman bagi setiap anak-anak miskin yang bermimpi menjadi pemimpin," lanjutnya.
Melki menyebut putusan MK terkait batas usia capres-cawapres hingga hal-hal yang terjadi menjelang Pemilu 2024 menjadi bukti bagaimana akhir dari sembilan tahun kepemimpinan Jokowi.
"Bagi kami, keluarnya putusan MK kemarin dan juga berbagai hal yang terjadi menjelang Pemilu 2024 ini adalah bukti bahwa akhir pemerintahan Pak Jokowi adalah akhir pemerintahan yang betul-betul tidak taat konstitusi dan tidak menegakkan demokrasi dengan baik," lanjutnya.
Selain Melki, Ketua BEM KM UGM Gielbran dengan lantangnya menyamakan demokrasi Indonesia dengan jagung.
Menurutnya, demokrasi Indonesia masih sangat muda usianya, sama seperti seumur jagung.
"Kerap ada simbolis bahwa seumur jagung itu usia dari demokrasi kita yang justru makin ke sini. Meskipun usia kita masih muda, usia demokrasi kita seumur jagung, justru dikebiri dan ditindas dan makin dimonopoli oleh oknum. Dan justru lupa untuk semakin menyuburkan demokrasi itu," tambah Gielbran. (mcr8/jpnn)
Redaktur : Dedi Yondra
Reporter : Kenny Kurnia Putra