Sinyal Pemerintah Setuju Pilkada Tetap Langsung

Senin, 01 September 2014 – 18:35 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Djohermansyah Djohan, menegaskan, pemerintah sepenuhnya mengikuti aspirasi masyarakat dalam membahas RUU pilkada.

“Prinsipnya dalam pembahasan semalam (DPR-pemerintah), kami mengikuti perkembangan suara-suara yang beredar di masyarakat, aspirasi masyarakat. Kalau memang masyarakat masih menghendaki secara langsung, maka pemerintah tidak keberatan mencabut usulan lama yang lewat DPRD,” katanya di Jakarta, Senin (1/9).

BACA JUGA: Dorong Penyatuan UU Pemilu demi Kepastian Hukum

Menurut birokrat yang akrab disapa Prof Djo ini, dengan adanya kesepahaman, maka pelaksanaan pilkada serentak tahap pertama di seluruh Indonesia kemungkinan sudah dapat terlaksana pada 2015.

Kemudian pada 2018 pilkada serentak tahap kedua, hingga akhirnya pilkada dan pemilu nasional dapat terselenggara secara serentak tahun 2020 mendatang.

BACA JUGA: Proyeksikan Kitab Pemilu Tuntas Paling Cepat 2019

Meski begitu Prof Djo mengakui masih terdapat perbedaan pendapat antara pemerintah dan DPR. Terutama terkait pola pemilihan langsung, di satu sisi pemerintah menilai perlunya kepala daerah tidak dipilih satu paket dengan wakil kepala daerah.

Alasannya, agar terhindar dari pecah kongsi ketika nantinya menjabat, yang dikhawatirkan mengganggu kelancaran jalannya roda pemerintahan daerah.

BACA JUGA: Pastikan Ada RUU Pemekaran yang Disahkan September

Namun di sisi lain, DPR menilai kepala daerah dan wakil dipilih satu paket, sebagaimana aspirasi yang berkembang.

Atas perbedaan pendapat tersebut, Prof Djo menilai juga mulai terlihat titik terang. Pemerintah bersedia mengubah pola. Dengan mengusulkan calon wakil tidak hanya berasal dari pejabat struktural, tapi juga dapat berasal dari parpol.

Hanya saja pola pemilihannya tetap kepala daerah terpilih mengusulkan dua nama ke DPRD, dan nantinya dewan yang memilih.

“Kita mengusulkan demikian berdasarkan kajian. Karena ada daerah kecil yang tidak perlu ada wakil, itu daerah yang penduduknya di bawah 100 ribu. Lalu kalau penduduknya di atas 10 juta orang, seperti provinsi, itu wakilnya bisa lebih dari satu. Jadi kita tawarkan solusinya kalau paket itu bisa dari dua pintu yaitu PNS atau non-PNS,” katanya.

Dengan tawaran ini, Prof Djo yakin ke depan kampanye pilkada akan lebih murah dan efisien. Jadi dana APBN dan APBD ini bisa signifikan. Kemudian menata sistem kampanye jangan yang ongkos tinggi.

"Kita buat kampanye biaya murah, sehingga tidak terjebak dengan politik biaya tinggi. Tidak perlu lagi pengaturan rapat umum, pemasangan baliho, spanduk dan poster itu kita tetapkan melalui pintu KPU, tidak boleh masang-masang sendiri,” katanya. (gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wajah Parlemen Semakin Buruk


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler