jpnn.com - MAKKAH - Penyisiran jamaah haji asal Indonesia yang menjadi korban tewas dalam tragedi di Mina dilakukan dengan mengidentifikasi foto-foto yang dipublikasikan otoritas Arab Saudi.
Semenjak pertama kali memberikan akses kepada petugas haji setiap negara, Pemerintah Arab Saudi telah merilis lebih dari 1.000 foto jenazah. Pada malam pertama pembukaan akses, Jumat (25/09) malam, dirilis sekitar 500 foto. Pada malam kedua kemudian dirilis kembali 350 foto. Dan pada malam ketiga, dirilis kurang lebih 300 foto. Dari foto-foto jenazah itu, hingga kemarin terindentifikasi 41 jamaah haji asal Indonesia. Sementara, ada 82 jamaah haji Indonesia yang belum diketahui keberadannya.
BACA JUGA: Terungkap! Ini Alasan Jemaah Indonesia Pindah ke Jalur Maut Tragedi Mina
Kepada Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), Menag Lukman Hakim Saifudin mewanti-wanti agar jangan sampai ada foto yang terlewati sehingga tidak sampai terperiksa.
“Kita harus yakin bahwa semua foto yang dirilis itu sudah kita lihat semua. Sebab, kalau tidak kita lihat, maka kita tidak bisa cek ke tempat mayat,” jelas Lukman dalam keterangan persnya, kemarin.
BACA JUGA: Ya Ampun! Bentrok Pecah di Al Aqsa, Polisi Sampai Memanjat Atap Masjid
Laporan dari Media Center Haji (MCH) kemenag, foto-foto tersebut di tempel pada dinding-dinding dua buah ruangan besar dengan luas sekitar 60 meter persegi. Satu ruangan diperuntukan untuk menempel foto-foto sebelumnya, sedang satu ruangan untuk menempel foto-foto rilis terbaru.
Salah seorang petugas PPIH, Fadil, menjelaskan mekanisme identifikasi yang dilakukan oleh Pemeritah Arab Saudi. Menurutnya, jenazah korban peristiwa Mina disimpan dalam beberapa kontainer berpendingin udara. Ketika pemeriksaan akan dimulai, kontainer dimasukan satu persatu ke ruangan identifikasi.
BACA JUGA: Catalan Mau Merdeka? Empat Ancaman Ini Sudah Menanti
“Sistemnya kontainer masuk, jenazah turun, identifikasi ada barang apa, lalu masukan ke file, setelah itu kontainer keluar dan masuk lagi kontainer selanjutnya. Sekarang ini masih ada empat kontainer,” terang Fadil.
Menurut Fadil, dalam proses identifikasi, setelah jenazah diturunkan, maka akan difoto untuk dirilis da diberi nomor jenazah. Bersamaan dengan itu, dokumen atau benda apapun yang melekat pada jenazah akan diambil untuk kemudian dimasukan dalam satu file (amplop) tersendiri yang juga diberi nomor jenazah.
Petugas haji, lajut Fadil, mengawali identifikasi jenazah dari foto-foto yang dirilis oleh Pemerintah Arab Saudi. Jika ada kemiripan, dilakukan proses cek lanjutan dengan mencocokan file yang tersimpan di gedung yang berbeda.
“Kalau dari segi fisiknya terlihat di foto ada kemiripan dengan Indonesia, kita cek ke filenya. Meski pernah sekali ternyata setelah dicek ternyata bukan orang Indonesia,” ujarnya.
Fadil mengaku proses identifikasi itu memang membutuhkan waktu. Pasalnya, ada kalanya foto sudah dirilis namun ketika akan dilakukan crosscheck ke file, ternyata file dengan nomor rilis foto yang ada belum keluar sehingg harus menunggu sampai file itu keluar.
“Ada juga yang fotonya sudah dirilis dan kita sudah menemukan, file tersebut belum muncul. Kita tunggu sekitar setengah jam, file itu baru muncul di ruang selanjutnya,” lanjutnya lagi.
Kepada Menag, Fadil mengatakan bahwa secara umum identitas jamaah ditemukan dengan petunjuk gelang. Namun demikian, Fadil juga berbagi kisah keberhasilannya mengidentifikasi jenazah jamaah haji yang ternyata hanya meninggalkan handphone. Awalnya Fadil mengidentifikasi salah satu foto jenazah sebagai orang Indonesia. Setelah itu, dia melakukan pengecekan ke file jenazah tersebut sesuai dengan nomornya.
“Setelah dicek ke file, ternyata tidak meninggalkan apa-apa, hanya sebuah handphone. Kita ambil simcardnya, kita cek ke siaap dia menelepon terakhir dan sms. Dari situ diketahui kalau ternyata dia adalah WNI over stayer asal Malag yang sudah 15 tahun di sini dan akhirnya kita dapat,” ungkapnya.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil memastikan bahwa tim PPIH akan terus bekerja keras untuk melakukan penelusuran.
“Tim telah berusaha keras siang dan malam mencari jamaah yang masih belum diketahui keberadaannya dan mengidentifikasi jenazah yang telah diketahui meninggal dunia,” terang Abdul Djamil, dalam keterangan persnya.
Dia membeber empat hal yang memperlambat proses identifikasi. Pertama, pada dua hari awal setelah kejadian, pemerintah Arab Saudi menutup akses untuk mendapatkan data-data awal korban dikarenakan mereka sedang proses evakuasi dan identifikasi awal. “Kami baru mendapatkan akses ke tempat pemulasaraan jenazah pada tanggal 25 September 2015 pukul 23.00 WAS,” terangnya.
Kedua, proses identifikasi dan pencocokan data yang relatif tidak mudah dikarenakan foto kondisi jenazah yang berbeda dengan foto pada Siskohat dan E-Hajj. “Tim PPIH melakukan inventarisasi foto-foto yang diduga memiliki kemiripan dengan wajah-wajah jenazah,” ujarnya.
Ketiga, banyak foto tanpa disertai identitas yang meyakinkan bahwa yang bersangkutan adalah jamaah haji Indonesia. Padahal menurut Djamil, diperlukan proses pengecekan data dan file pendukung yang memperkuat dugaan bahwa jamaah tersebut adalah jamaah haji Indonesia, baik berupa gelang jamaah, sobekan DAPIH, identitas maktab, kartu bis, tas paspor, aksesoris syal, kain ihram, kain kerudung, pakaian, dan lain sebagainya.
Keempat, perlunya prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi kesalahan penyampaian informasi kepada keluarga jamaah haji.
Diakui Djamil bahwa kejadian pada Kamis (24/09) pagi itu memang memakan korban yang cukup banyak dari berbagai negara, sehingga memerlukan banyak waktu untuk dapat mengetahui secara jelas dan akurat tentang identitas jamaah yang bersangkutan.
“Kondisi ini juga mengharuskan kami berlomba dengan waktu dikarenakan semakin lama waktu identifikasi, semakin sulit kami dapat mengenali jamaah haji yang wafat," terangnya. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menang Pemilu, Catalan: Merdeka, Merdeka, Merdeka!
Redaktur : Tim Redaksi