jpnn.com - JAKARTA - Sistem kontrak buruh migran yang digunakan di Arab Saudi dinilai sangat merugikan tenaga kerja Indonesia (TKI). Pasalnya, sistem yang dikenal dengan istilah kafallah itu memberikan kuasa yang sangat besar kepada majikan.
Kepala BNP2TKI Nusron Wahid menjelaskan, dalam kafallah seorang majikan (kafil) memiliki hak kuasa penuh terhadap pekerjanya.
BACA JUGA: PLN Kerahkan Ratusan Petugas demi Ketersediaan Listrik KAA
"Di sana kontrak yang dipakai adalah pengguna individu. Bahkan kalau kafil itu meninggal bisa diwariskan kepada ahli warisnya," kata Nusron Wahid saat dialog bertajuk 'Elegi untuk TKI' di Cikini, Jakarta, Sabtu (18/4).
Hal ini menjadi masalah ketika sang pekerja diperlakukan secara kasar atau tidak layak oleh majikannya. Pasalnya, dia tidak bisa memutus kontrak kerja tanpa persetujuan majikan.
BACA JUGA: Pemerintah Berhasil Bebaskan Lima WNI Pembunuh Keji di Arab Saudi
Bahkan jika pekerja itu berusaha kabur, maka otoritas setempat berkewajiban menangkapnya. Pasalnya, pemerintah Saudi tidak memiliki wewenang untuk melakukan intervensi.
"Jadi jangankan Indonesia, pemerintah Saudi saja tidak bisa menerobos," jelasnya.
BACA JUGA: Jelang KAA, Pesawat Lokal Pindah ke Lanud Pondok Cabe
Selain itu, lanjut Nusron, sistem kafallah juga menyulitkan pemerintah Indonesia dalam melakukan advokasi. Pasalnya, pendekatan harus dilakukan kepada setiap majikan dari WNI yang bermasalah secara langsung.
"Masak kita mau mengadvokasi 1.000 TKI berhadapan dengan 1.000 kepala keluarga," tambah politikus Golkar itu.
Dia menyarankan pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri untuk mendesak Arab Saudi merubah sistem ini. Tanpa perubahan, Nusron khawatir akan sulit melakukan advokasi terhadap tenaga kerja Indonesia di Saudi.
"Satu-satunya jalan adalah kontrak jangan kontrak indvidu. Kontraknya kontrak perusahaan supaya kafilnya perusahaan," lanjut Nusron.(dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gara-gara Dievakuasi Pemerintah, WNI Ini Terancam Hukuman Mati
Redaktur : Tim Redaksi