jpnn.com, JAKARTA - Kebijakan Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat tentang waktu pembelajaran bagi siswa SMA/SMK menuai banyak sorotan.
Kewajiban peserta didik untuk memulai waktu belajar di sekolah pukul 05.00 WIB dinilai tidak berdasarkan kajian matang.
BACA JUGA: 360 Siswa SMAN 8 Jakarta Ikuti Kegiatan Temu Ilmiah dan Sosial
“Instruksi Gubernur Viktor Laiskodat yang meminta waktu pembelajaran siswa SMA/SMK di Pukul 05.00 WIB akan banyak merugikan siswa dan orang tua siswa. Meskipun sebagai kepala daerah yang bertanggung jawab pada penyelenggaraan pendidikan di SMA/SMK baiknya kebijakan yang dikeluarkan harus berdasarkan kajian matang,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Selasa (28/2/2023).
Untuk diketahui kebijakan Gubernur Viktor Laiskodat yang mengharuskan proses belajar mengajar di SMA/SMK dimulai pukul 05.00 WIB dikeluhkan banyak stakeholder pendidikan NTT.
BACA JUGA: 3 Pelajar SMAN 1 Manokwari akan Dikirim ke AS Mengikuti SEAYLP
Kebijakan tersebut dinilai memberikan dampak kurang baik bagi tumbuh kembang peserta didik.
Pasalnya, waktu dimulainya aktivitas pendidikan tersebut sama dengan sekolah asrama maupun pesantren dinilai tidak setara.
BACA JUGA: 4 Tips Membuat Video Travelling Viral Tanpa Modal Besar, Cuma Pakai Kamera Smartphone
Huda mengatakan dari informasi yang diterima diketahui jika kebijakan tersebut belum ada kajian akademisnya.
Kebijakan tersebut hanya disampaikan Gubernur Laiskodat ke kepala dinas pendidikan dan para kepala sekolah secara lisan.
Kebijakan tersebut juga belum tersosialisasikan kepada para stakeholder pendidikan baik tenaga kependidikan maupun para peserta didik.
“Maka, wajar saja jika kebijakan tersebut mendapatkan banyak respons negatif di level publik NTT,” kata Huda.
Upaya membangun disiplin, kata Huda tidak harus memaksa peserta didik untuk memulai pembelajaran di sekolah-sekolah sejak pukul 05.00 pagi.
Menurut Huda, saat sekolah dimulai pukul 5 pagi maka siswa harus bersiap paling tidak sejak pukul 4 pagi.
“Apakah sudah dikaji keamanan siswa atau siswi saat perjalanan ke sekolah. Apakah sudah tersedia angkutan yang aman. Sebab jumlah sekolah SMA/SMK relatif tidak sebanyak sekolah dasar sehingga pasti akan menyulitkan para peserta didik,” katanya.
Huda juga mengaku tidak mengetahui relevansi masuk sekolah jam 5 pagi dengan upaya meningkatkan kualitas pembelajaran.
Menurut Huda, kualitas pembelajaran lebih ditentukan pada kualitas pendidik, ketersediaan sarana pra sarana pendidikan yang memadai, hingga dukungan orang tua siswa.
“Seharusnya kepala daerah fokus saja bagi upaya untuk memastikan kesejahteraan guru, penyediaan sarana prasaran pendukung pendidikan, hingga menciptakan ekosistem pendidikan di kalangan orang tua siswa untuk mendukung kualitas pembelajaran di sekolah,” ujar Huda.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari