jpnn.com, JAKARTA - Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mempertanyakan alasan pemerintah tetap menggencarkan program vaksinasi Covid-19.
Padahal, mutasi virus corona bergerak cepat, bahkan sampai saat ini sudah mencapai 4 ribu kali.
BACA JUGA: Prof Nasih Sampaikan Kabar Terbaru soal Spesimen Virus dari Bangkalan, Mutasi Baru atau Bukan?
Sementara, kata Siti, vaksin yang diberikan kepada masyarakat tidak ada perubahan formulanya sesuai jenis virus baru.
Selain itu, ujar dia, vaksin yang ada sekarang membutuhkan waktu panjang membentuk kekebalan tubuh seseorang.
BACA JUGA: Angka Penularan Virus Corona di Indonesia Naik Lagi, Ada Kekhawatiran yang Terburuk Bisa Terjadi
"Saya heran, ya, mutasi virus corona sudah 4 ribu, kok, vaksinasi masih tetap jalan, ya," kata Siti Fadilah dalam kanal pribadinya di YouTube yang diunggah baru-baru ini.
Dia menduga program vaksinasi tetap jalan karena pemerintah sudah terlanjur membeli vaksin dalam jumlah besar.
BACA JUGA: Siti Fadilah Supari: Vaksin sebagai Garda Terdepan, Bukan Sekadar Beli
Sementara, ahli virologi Prof Chairul A Nidom melihat itu karena ketidaktahuan pemerintah maupun masyarakat tentang virus.
Prof Nidom yang tampil dalam bincang-bincang bersama Siti Fadilah ini kemudian membeberkan konsep vaksin di masyarakat yang terlalu sederhana.
Vaksinasi mereka umpamakan seperti imunisasi untuk anak-anak yang bisa mencegah penyakit.
Akibatnya, kata Prof Nidom, mereka jadi abai terhadap prokes.
Padahal, masyarakat belum tahu apa itu vaksin maupun virus.
"Pemahaman masyarakat, ya, seperti anak-anak divaksin, diimunisasi. Padahal, tidak semua virus bisa divaksin. Tidak semua vaksin bagus untuk virus," kata dia.
Jadi, lanjut ketua Riset CoV dan Formulasi Vaksin dari Professor Nidom Foundation Surabaya, ini tergantung pada suprastruktur pemerintah.
Virus mempunyai suatu perilaku tergantung pada sistem lingkungan.
Tatkala ada kondisi yang mendorong virus itu naik maka bisa langsung menginfeksi seseorang.
"Pada saat menginfeksi seseorang, dia (virus) sudah adaptif terhadap seseorang sehingga menularkan lebih gampang," ucapnya.
Lebih lanjut Prof Nidom menjelaskan perang menghadapi virus tidak perlu pakai nuklir.
Kadang-kadang perang melawan virus cukup pakai bambu runcing, dan tidak harus senjata mahal.
Dia menegaskan konsep ini harus dipahami negara.
"Pemerintah jangan hanya mengejar herd immunity yang 70 persen, suntik, suntik, suntik, tetapi tanpa dikawal," pungkas Prof Nidom. (esy/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad