SKB 3 Menteri Dibatalkan MA, Begini Saran HNW untuk Kemendikbud

Senin, 10 Mei 2021 – 20:14 WIB
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA. Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, MA, mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Hidayat mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) segera menindaklanjuti putusan tersebut, agar ke depannya tidak lagi membuat aturan yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945. 

BACA JUGA: Forum Guru Khawatir Pembatalan SKB 3 Menteri Menyuburkan Intoleransi di Sekolah

Dalam konteks Merdeka Belajar, kata dia, seharusnya sejak dalam draf atau persiapan seluruh kegiatan dan aturan yang akan dibuat, sudah dilakukan dengan baik dan benar oleh Kemendikbud sehingga bisa menjadi contoh bagi para peserta didik.

"Pada kondisi yang mana pandemi Covid-19 menghadirkan kecemasan, jangan sampai urusan sistem pendidikan nasional menghadirkan kecemasan baru karena mengabaikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar NRI 1945,” kata Hidayat saat menjadi  pembicara kunci webinar Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2021 yang diselenggarakan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Minggu (9/5).

BACA JUGA: SKB 3 Menteri soal Seragam Sekolah Dibatalkan MA, KPAI Bereaksi

Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menjelaskan, putusan MA menyangkut  SKB 3 Menteri tentang seragam sekolah tidak sah dan tak memiliki kekuatan hukum mengikat, dikarenakan bertentangan dengan sejumlah aturan yang termuat dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 

Jauh sebelum itu, Hidayat juga telah menyoroti terbitnya SKB 3 Menteri tersebut, karena bertentangan dengan sejumlah UU, dan UUD NRI 1945 Pasal 31 Ayat 3 tentang tujuan Pendidikan Nasional yakni meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

BACA JUGA: MUI: SKB 3 Menteri tentang Seragam Bikin Gaduh

Oleh karena itu, Hidayat  menyayangkan Kemendikbud, Kemenag, dan Kemendagri yang tidak segera mencabut keputusan bersama tersebut hingga harus diuji dan diputuskan di MA.

Hidayat juga mengkritik respons Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)  yang menyayangkan keluarnya putusan MA tersebut dengan dalih tidak mendukung keragaman.

Menurutnya, keragaman di Indonesia cukup unik karena  mempertimbangkan aspek keragaman lokalitas tiap daerah.

Dia menegaskan hal itu sudah diatur serta diakui oleh UUD NRI 1945 sebagai bagian Bhinneka Tunggal Ika, serta diikuti oleh turunan UU di bawahnya. 

HNW panggilan akrab Hidayat menyatakan tidak boleh ada lembaga negara yang membuat aturan menyalahi ketentuan hukum yang lebih tinggi, sebagaimana yang telah secara salah dilakukan melalui SKB 3 Menteri hingga diputuskan tidak sah oleh MA. 

Selain SKB 3 Menteri, kata HNW  ada juga beberapa aturan dan produk Kemendikbud yang harus segera dikoreksi.

Hal itu sebagaimana sudah dinyatakan oleh Kemendikbud sendiri pascapenolakan yang luas baik dari DPR, Muhammadiyah, NU dan masyarakat luas lainnya.

Di antaranya adalah hilangnya frasa agama dalam peta jalan Pendidikan Nasional. Hilangnya frasa iman dan takwa kepada Tuhan YME serta pelajaran Pancasila dan bahasa Indonesia dalam PP 57/2021 tentang Standar Pendidikan Nasional.

Kemudian, Kamus Sejarah Indonesia yang pada jilid satunya (periode 1900-1950) tidak mencantumkan tokoh-tokoh Bapak Bangsa dari kalangan umat Islam seperti KH Hasyim Asyari, KH Wahid Hasyim, KH Mas Mansur, Mr Syafrudin Prawiranegara,  serta M Natsir.

Dengan keluarnya putusan MA tentang SKB 3 Menteri, Hidayat mendesak Kemendikbud segera merealisasikan janjinya untuk mengoreksi aturan-aturan dan produk-produk kontroversial di atas tanpa harus menunggu publik kembali melakukan pengujian ke MA.

Dia mengatakan putusan MA itu harus menjadi evaluasi bagi Kemendikbud agar tidak lagi menerbitkan aturan yang mengabaikan aturan-aturan di atasnya.


Kemendikbud, kata dia mengingatkan, jangan memaknai Merdeka Belajar dari Ki Hajar Dewantara sebagai bebas merdeka semaunya sendiri membuat aturan/produk yang bertentangan dengan aturan-aturan di atasnya, dan fakta sejarah.

"Namun, itu perlu dimaknai sebagai hadirnya kepribadian yang merdeka yang siap memperbaiki bila terjadi kesalahan,” kata HNW. 

Oleh karena itu, lanjut dia, semestinya  Kemendikbud segera mencabut dan memperbaiki aturan dan produk-produknya yang telah ditolak publik.

Dengan demikian, kata dia, spirit “ing ngarso sung tulodo” (di depan memberi teladan) sebagaimana semboyan pendidikan yang diajarkan Ki Hajar Dewantara, benar-benar diimplementasikan oleh Kemendikbud sebagai bentuk pendidikan yang paling efektif.

Termasuk pendidikan dalam ketaatan kepada Pancasila, UUD NRI 1945, dan fondasi negara lainnya. (*/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler