jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) sebelas menteri dan kepala badan tentang penanganan radikalisme pada aparatur sipil negara (ASN) sejak pertengahan November 2019.
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menilai SKB 11 menteri tersebut harus dilihat secara objektif dan proporsional sehingga tidak bisa dibilang membungkam kebebasan berpendapat masyarakat.
BACA JUGA: SKB Penanganan Radikal Dorong Kreativitas dan Daya Kritis ASN
Menurut Saan, penanganan dan pencegahan paham radikal di Indonesia tidak bisa dilakukan secara parsial sehingga harus melibatkan semua kementerian/lembaga.
“Tidak bisa dipungkiri bahwa di kalangan ASN ada yang terpapar radikalisme sehingga SKB tersebut penting karena penangan dan pencegahan radikalisme harus sinergi dan tidak bisa dilakukan parsial," kata Saan kepada wartawan, Kamis (5/12).
BACA JUGA: Terpilih Pimpin GMNI, Imanuel Cahyadi Tegaskan Komitmen Anti-Radikalisme
Menurut dia, beban untuk penanganan radikalisme tidak bisa diberikan kepada satu kementerian/lembaga saja sehingga harus benar-benar sinergi dan konsolidasi dengan baik.
Karena itu, menurut dia, SKB tersebut bukan bentuk pengekangan pemerintah terhadap ASN namun langkah penting dalam pencegahan dan penanganan radikalisme di ASN.
BACA JUGA: Temui Mahfud MD, Erick Thohir Curhat soal Radikalisme di BUMN
"Namun dalam pelaksanaannya tidak boleh menghambar kebebasan berpendapat orang," ujar Ketua DPW Nasdem Jawa Barat ini.
Pengamat intelijen Ridlwan Habib menilai SKB ASN tersebut ditujukan bagi ASN yang menyebarkan ideologi atau pemahaman yang merongrong negara seperti menilai sistem negara Indonesia tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.
Menurut dia, apabila ada ASN yang masih menerima gaji dari APBN lalu menolak ideologi negara maka harus ada sanksi tegas.
"SKB ini bagian upaya detekai dini kelompok ASN yang sebarkan ideologi dan pemahaman yang merongrong negara," katanya.
Dia mencontohkan kalau ada ASN yang memposting hal-hal terkait HTI dan khilafah, bisa dilakukan upaya lunak dengan dinasihati instansinya atau sanksi pecat dengan tidak hormat karena menyalahi konsepsi NKRI yang basisnya Pancasila.
Menurut dia, dalam SKB tersebut ada forum aduan yang menyaratkan identitas lengkap pelapor sehingga apabila tidak jelas identitasnya akan tertolak.
"Sehingga tidak mungkin dilakukan pemfitnahan seseorang karena ketahuan siapa yang memfitnah. Kalau yang fitnah kan ada hukuman tersendiri, menuduh tidak benar," katanya.
Namun dia mengatakan kalau pendapat hanya terkait kritik maka itu tidak masalah karena yang ditekankan adalah paham radikal yang dianut HTI dan JAD.
Dia mengajak masyarakat bersabar untuk melihat sejauhmana penerapan kebijakan tersebut selama enam bulan ke depan sehingga bisa diketahui apakah efektif atau tidak lalu dilakukan evaluasi.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich