jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Guspardi Gaus menyayangkan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri tentang penggunaan seragam dan atribut bagi peserta didik.
Menurut dia, masih banyak persoalan dunia pendidikan yang lebih esensi untuk diprioritas. Seperti pembelajaran daring bagi murid selama pandemi COVID-19. Terutama bagi peserta didik daerah terpencil dan tertinggal.
BACA JUGA: Reaksi Komunitas Sarjana Hukum Muslim atas SKB Menteri Tito, Nadiem dan Yaqut
"Persoalan ini, kan, harus segera dituntaskan. Ini justru keluar SKB tiga menteri saat masih banyak sekolah yang belum menyelenggarakan belajar tatap muka," ujar Guspardi saat dihubungi, Sabtu (6/2).
Selain itu, kata Guspardi, penerbitan SKB 3 menteri tidak bijak dan kontroversi. Pasalnya kebijakan itu terbit hanya berkaca pada satu kasus dan diberlakukan di seluruh daerah di Indonesia.
BACA JUGA: Ssst, Densus 88 Dalami Dugaan Munarman Hadiri Pembaiatan Simpatisan ISIS
"Saya menilai bahwa aturan dalam SKB ini malah salah kaprah, dan berpotensi menimbulkan permasalahan baru karena membebaskan para peserta didik yang notabene belum dewasa itu untuk boleh memilih seragam dan atribut tanpa atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama," ujar dia.
"Hal ini dikhawatirkan akan menggiring dan mendorong para peserta didik berfikir liberal, padahal cita-cita pendidikan nasional itu adalah menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa," tutur dia.
BACA JUGA: Regulasi Sudah Lengkap, Gaji PPPK kok Belum Cair, Tunggu Bunga Bank ya?
Kemudian, kata legislator PAN itu, SKB 3 menteri itu juga telah mengebiri semangat otonomi daerah. Kewenangan pengaturan dan tata cara berpakaian di sekolah seharusnya cukup diatur oleh pemerintah daerah bukan oleh pemerintah pusat.
"Sebab, pemerintah daerah yang lebih memahami keberagaman adat budaya dan kearifan lokal di masing-masing daerahnya," tegas dia.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan SKB 3 menteri tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah negeri.
SKB itu diteken oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, serta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut
Terdapat lima poin utama yang dibahas dalam SKB 3 menteri itu. Pertama, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
Kedua, pemerintah daerah (pemda) dan sekolah tidak boleh mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
Ketiga, pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak SKB 3 menteri ini ditetapkan.
Keempat, bila terjadi pelanggaran terhadap SKB 3 Menteri, maka sanksi akan diberikan kepada pihak yang melanggar.
Kelima, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan SKB 3 menteri ini, sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan perundang-undangan terkait Pemerintahan Aceh.(ast/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan