jpnn.com, JAKARTA - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI memutuskan skema penghitungan 20 persen Dana Pendidikan tetap mengacu pada belanja negara.
Keputusan ini menutup potensi penurunan besaran dana pendidikan yang dialokasikan dari APBN.
“Kami mendapatkan informasi dari Badan Anggaran DPR jika skema penghitungan 20 persen Dana Pendidikan dari APBN tetap mengacu pada belanja negara. Kami tentu sangat mengapresiasi keputusan tersebut karena menutup potensi penurunan besaran anggaran pendidikan lebih dari Rp100 triliun,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, Minggu (15/9/2024).
Untuk diketahui Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan kepada Banggar DPR agar mengubah skema penghitungan besaran 20 persen Dana Pendidikan dari APBN agar mengacu pada pendapatan negara.
BACA JUGA: Pinjaman Dana Pendidikan Permudah Orang Tua Mendapat Akses Pembiayaan
Perubahan ini untuk memastikan agar besaran dana pendidikan tidak terlalu membebani APBN.
Di sisi lain perubahan tersebut akan menurunkan besaran 20 persen Dana Pendidikan dari APBN hingga Rp 130 triilun.
BACA JUGA: Anak Buah Kaesang di DKI Serang Heru Budi, Masalahnya Gegara Dana Pendidikan
Huda mengatakan keputusan Banggar tersebut sesuai dengan aspirasi publik agar tidak ada utak-atik besaran 20 persen Dana Pendidikan dari APBN.
Dia berharap dengan keputusan ini maka berbagai masalah dasar pendidikan seperti kesejahteraan guru, akses ke pendidikan tinggi, hingga perbaikan sarana prasaran pendidikan di kawasan 3T bisa segera teratasi.
“Kami tentu berharap tidak ada perubahan besaran anggaran pendidikan ini akan mendorong penyelenggaraan layanan pendidikan termasuk beberapa program unggulan dari pemerintahan baru seperti pembangunan sekolah unggulan, perbaikan sarana prasaran pendidikan, dan lainnya,” kata Huda.
Kendati demikian, Huda mengingatkan perlu ada perbaikan mendasar terkait pola distribusi dana pendidikan dari APBN.
Berdasarkan kesimpulan Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan DPR RI, diketahui jika ada beberapa persoalan krusial dalam distribusi 20 persen Dana Pendidikan APBN sehingga ratusan triliun yang dikucurkan belum sepenuhnya menjadi daya pengungkit optimalisasi layanan penyelenggaraan pendidikan di tanah air.
“Panja Pembiayaan Pendidikan menilai selama ini proses perencanaan, implementasi, dan evaluasi mandatory spending 20 persen APBN untuk Dana Pendidikan tidak dilakukan secara optimal. Bahkan ada indikasi jika pembagian 20 persen dana pendidikan dari APBN hanya sekadar untuk memenuhi limitasi 20% tanpa dipikirkan mengenai hasil dan dampaknya bagi optimalisasi layanan pendidikan di Indonesia,” katanya.
Panja Pembiayaan Pendidikan, kata Huda juga menyimpulkan jika telah terjadi pelanggaran subtantif terhadap pengunaan dana pendidikan 20 persen dari APBN untuk Transfer ke Daerah dan Desa (TKDD).
Dalam proses TKDD untuk Pendidikan ini ternyata pelaksanaanya tidak pernah dievaluasi sehingga ada potensi pengunaan TKDD bukan untuk fungsi pendidikan.
“Padahal alokasi dana pendidikan 20 persen dari APBN untuk TKDD sangat besar bahkan lebih dari 50 persen, namun ternyata pelaksanaanya tidak ada evaluasi secara khusus. Maka wajar jika layanan pendidikan di daerah juga tidak optimal,” katanya.
Politikus PKB ini menyebutkan jika hasil temuan dan rekomendasi Panja Pembiayaan Pendidikan telah disampaikan kepada Kemendikbud Ristek dan Dikti. Dia berharap agar hasil rekomendasi Panja Pembiayaan Pendidikan menjadi pertimbangan serius dalam perbaikan mekanisme distribusi anggaran pendidikan dari APBN kedepan.
“Kami berharap Pemerintahan Prabowo-Gibran menjadikan rekomendasi Panja Pembiayaan Pendidikan sebagai dasar perbaikan distribusi anggaran pendidikan sehingga pemanfaatan dana pendidikan dari APBN bisa optimal,” pungkas Huda.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari