Skema Pajak Harus Berorientasi Pada Agenda Mitigasi Perubahan Iklim

Selasa, 21 September 2021 – 23:40 WIB
Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin mengusulkan mekanisme perpajakan nasional harus berorientasi pada agenda mitigasi perubahan iklim dan pemberdayaan usaha mikro kecil sebagai penopang ekonomi nasional.

“Kita menyadari bahwa pajak masih menjadi sumber pendapatan utama negara saat ini. Sebagai salah satu instrumen fiskal, pajak berperan penting dalam pembangun negara dan mendukung jalannya pemerintahan,” kata Sultan, Selasa (21/9).

BACA JUGA: Warning dari Bos BGK Terkait rencana Penerapan Pajak Karbon

Menurut Sultan, pajak merupakan tulang punggung nasional. Namun, yang patut kita perhatikan adalah di saat yang sama krisis global telah memaksa kita untuk mencoba mengubah paradigma skema pajak progresif yang makin tidak relevan seperti yang kita praktikkan sekarang.

Mantan Ketua HIPMI Bengkulu itu mengatakan penting bagi pemerintah untuk mencari solusi alternatif terhadap angka penarikan pajak yang kian terkoreksi selama ini. Negara tidak boleh terlihat terlalu memaksakan kehendak meraup pemasukan dari rakyat yang sedang menghadapi kesulitan ekonomi, kecuali bagi pajak pendapatan.

BACA JUGA: Sultan DPD Usul Kriteria Sektor Usaha yang Wajib Diberi Insentif Pajak

“Ketergantungan terhadap pajak harus disertai dengan upaya-upaya pembangunan sosial ekonomi yang berkelanjutan. Kita memiliki potensi pendapatan bukan pajak yang sangat menjanjikan,” ujar Sultan.

Oleh karena itu, menurut Sultan, menurut kami besaran pajak pendapatan sebaiknya ditetapkan sesuai dengan jenis sumber pendapatan organisasi maupun individu. Pajak korporasi tambang dan sejenisnya harus ditetapkan secara lebih ketat daripada pajak usaha pertanian dan peternakan yang dilakukan dengan sistem yang ramah lingkungan.

BACA JUGA: KPK Hitung Ulang Pajak yang Diduga Disunat PT Jhonlin Baratama

Singkatnya, menurut Sultan, pihaknya ingin mengatakan bahwa setiap unit usaha yang mendorong tercapainya agenda pengendalian perubahan iklim wajib diberikan privelage insentif pajak, begitupun sebaliknya.

Artinya, harus ada kategorisasi pajak yang barometernya adalah memiliki iktikad baik dalam prinsip SOP ramah lingkungan, tegas pejabat tinggi negara termuda Indonesia, yang juga pemerhati isu lingkungan ini.

Lebih lanjut, Sultan mendorong pemerintah agar menetapkan bea masuk produk impor, khususnya produk pangan secara lebih menguntungkan bagi penerimaan negara dan tentu saja dalam rangka melindungi hasil produksi petani lokal.

Selain itu, jika kita meyakini bahwa pajak benar-benar diperuntukan bagi proses pembangunan nasional, maka sebaiknya negara harus berbagi peran dengan pelaku usaha dan masyarakat dalam agenda pembangunan.

Saatnya pemerintah menyiapkan sebuah alasan hukum yang memungkinkan setiap badan usaha atau korporasi yang memilki keterkaitan dengan produk dan jasa pelaku usaha mikro dan kecil diatur dalam skema kemitraan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan.

“Paradigma corporate social responsibility (CSR) harus segera diarahkan menjadi sebuah solusi yang saling menguntungkan bagi kedua institusi usaha dengan mekanisme creating shared value (CSV),” usul Sultan.

Oleh karena itu, agenda keringanan pajak harus diidentikkan dengan pendekatan negara dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Salah satu insentif yang ditawarkan berlaku bagi penumpang transportasi umum dan industri yang menggunakan bahan baru terbarukan.

Seperti diketahui bahwa, isu perpajakan internasional akan menjadi salah satu menu utama dalam agenda prioritas jalur keuangan (finance track) saat Indonesia menjadi Presidensi G-20 pada 2022.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertemuan Presidensi G-20 Indonesia akan membahas kemajuan dan pelaksanaan global taxation principles.

Menurut Sri Mulyani, agenda pembahasan mengenai perpajakan internasional tidak hanya penting bagi Indonesia, tetapi juga seluruh negara di dunia.

Sri Mulyani mengatakan terdapat 5 topik dalam agenda pembahasan perpajakan internasional. Topik tersebut meliputi insentif pajak, pajak dan digitalisasi, serta praktik penghindaran pajak dan transparansi pajak.

Selain itu, topik lain yang juga dibahas yakni pajak dan pembangunan serta kepastian pajak. Menurutnya, pemilihan fokus pembahasan tersebut mempertimbangkan sejumlah isu global terkini.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler