Slamet: Ini Momentum Mengevaluasi Kedaulatan Pangan Dalam Negeri

Senin, 18 Oktober 2021 – 23:50 WIB
Ilustrasi beras. Foto: Humas Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Hari pangan sedunia yang jatuh setiap tanggal 16 Oktober merupakan momentum tepat untuk mengevaluasi sejauh mana capaian pengelolaan pangan di Indonesia.

Persoalan pangan memang merupakan hidup dan mati suatu bangsa. Namun, kedaulatan pangan adalah harga diri suatu bangsa, terlebih lagi di negeri agraris seperti Indonesia.

BACA JUGA: Keren, Politikus PKS Andi Akmal Semarakkan HAORNAS 2021 di Dapil

Hal tersebut disampaikan anggota Komisi IV DPR RI dari Graksi PKS drh Slamet dalam siaran pers pada Senin (18/10).

Menurut Slamet, persoalan pangan tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang sederhana. Sebab pangan juga dapat dijadikan sebagai senjata untuk melakukan penjajahan terhadap suatu bangsa.

BACA JUGA: Mensos Minta Bupati Bangli Siapkan Lokasi Bufferstok Pangan untuk Penyintas Bencana

“Jika suatu negara ketersediaan pangannya sangat tergantung oleh pasokan dari negara lain maka sesungguhnya negara tersebut telah terjajah secara tidak langsung,” ujar Slamet.

Politikus senior PKS ini pun mengungkapkan dari hasil evaluasi beberapa tahun terakhir kinerja sektor pangan justru banyak dipertanyakan karena di tengah klaim Kementerian Pertanian neraca perdagangan sektor pertanian tiap tahun mengalami perbaikan. Namun untuk beberapa indikator global kondisi Indonesia justru memprihatinkan.

BACA JUGA: Ikhtiar Kedaulatan Pangan Nasional, Menteri BUMN Kunjungi Lokasi Program Petani Berdaya MAI Foundation

“Beberapa hasil studi menunjukkan indeks keberlanjutan pangan Indonesia masih menempati ranking ke-60 dari 67 negara yang diukur," kata Slamet.

Menurut dia, dengan nilai seperti itu menunjukkan bahwa kondisi Indonesia jauh lebih buruk dari negera-negara Afrika seperti Ethopia (Rank 27), Zimbabwe (31), Zambia (32).

Data Indeks Kelaparan Global (Global Hunger Index) juga menunjukkan nilai Indonesia terus mengalami penurunan bahkan tahun 2020 menyentuh angka 20.1 atau masuk dalam kategori negara dengan status kelaparan kronis.

Selain itu, menurut Slamet kondisi ketergantungan Indonesia terhadap produk pangan impor saat ini sudah masuk pada fase mengkhawatirkan. Hampir semua bahan pangan krusial, penyediaanya sangat tergantung dari impor.

“Lihat saja data impor beberapa komoditas selama semester pertama tahun ini misalnya impor beras sebanyak 221 ribu ton, garam 1,08 juta ton dari target 3,07 juta ton, gula 1,97 juta ton dari target 4 juta ton bahkan impor produk perikanan mencapai 42.079 ton, dengan nilai US$65,34 juta atau sekitar Rp942,2 miliar,” imbuhnya.

Jika diakumulasikan, kata Slamet total nilai impor pangan pada semester awal tahun 2021 adalah lebih dari 15 juta ton bahan pokok senilai US$ 8,37 miliar atau setara dengan Rp 118,9 triliun (kurs Rp 14.200/US$).

"Data-data ini tentu saja menjadi alarm bahwa masih banyak pekerjaan rumah dalam pengelolaan pangan nasional," ujar Slamet.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler