Soal Diaspora, Indonesia Bisa Contoh Korsel dan Tiongkok

Rabu, 27 Maret 2019 – 07:29 WIB
Bedah buku Kontribusi Ilmuwan Diaspora dalam Pengembangan Sumber Daya Iptek dan Dikti di Indonesia. Foto: Mesya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Diaspora Alabama A&M University USA Prof Deden Rukmana mengungkapkan, Indonesia bisa maju bila para diaspora mau kembali ke tanah air. Seperti yang dilakukan Korea Selatan, dalam 5-10 tahun mengejar ketertinggalannya tapi bisa berkembang pesat karena diaspora.

"Pemerintah Korea mengirimkan SDM-SDM terbaiknya ke luar negeri untuk belajar. Kemudian diasporanya kembali ke negaranya dan menularkan ilmunya. Ini sudah lama dilakukan Tiongkok, diasporanya yang membuatnya berubah menjadi negara raksasa," kata profesor asal Garut ini dalam diskusi buku “Kontribusi Ilmuwan Diaspora dalam Pengembangan Sumber Daya Iptek dan Dikti di Indonesia”, di Jakarta, Selasa (26/3).

BACA JUGA: NasDem Minta Pemerintah Rayu Diaspora Berkarya di Dalam Negeri

Apa yang dialami dua negara tersebut, lanjutnya, bisa terjadi juga di Indonesia. Sebab, Indonesia memiliki banyak diaspora yang merupakan ilmuwan-ilmuwan hebat. Sayangnya, baru Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang peduli dengan diaspora.

"Apa yang dilakukan Kemenristekdikti dengan memanggil diaspora kembali ke tanah air menunjukkan negara hadir di tengah-tengah diaspora. Ini memberikan akses bagi diaspora untuk memberikan sumbangsih kepada negara," terangnya.

BACA JUGA: Diaspora Itu Orang Hebat, MenPAN-RB: Kembalilah di Tanah Air

Dia menambahkan, research and development Indonesia masih di bawah karena itu harus bergerak naik ke atas. Salah satunya transfer teknologi itu sangat penting sehingga diaspora bisa menjadi agen perubahan.

"Kita punya ilmuwan-ilmuwan hebat di luar negeri tapi pemikirannya buat Indonesia. Ini yang harus dimanfaatkan," ucapnya.

BACA JUGA: Kabar Gembira dari Pak Menteri untuk Diaspora di Luar Negeri

Pada kesempatan tersebut, Sekretaris Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti, Prof. John Hendri mengatakan sejak hubungan pemerintah dengan diaspora terbentuk melalui program WCP dan SCKD, ada banyak peran serta impak yang telah didapatkan pemerintah dari kerja para ilmuwan diaspora selama ini. Salah satunya ialah peningkatan publikasi ilmiah Indonesia di jurnal internasional yang cukup signifikan.

“Keberadaan diaspora juga sangat membantu, terutama bagi masyarakat yang ingin menuntut ilmu di luar negeri.” ujarnya.

Buku “Kontribusi Ilmuwan Diaspora dalam Pengembangan Sumber Daya Iptek dan Dikti di Indonesia” menurut Co-editor Alan F. Koropitan, Ph.D. dari Institut Pertanian Bogor berisi mengenai besarnya potensi sumber daya Indonesia ya dikajj mendalam. Dia optimistis akan Indonesia di masa depan.

"Buku ini telah mematahkan ungkapan brain drain yang selama ini sering disematkan kepada diaspora. Para diaspora Indonesia, khususnya yang ada di buku ini lebih tepat disebut sebagai brain gain: fisik di luar, tetapi pikiran dan hati ada di dalam," tandasnya.

BACA JUGA: 6 Prodi yang Paling Diminati pada SNMPTN

Elisabeth A.S. Dewi, Ph.D. dari Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, mengatakan di mana pun diaspora berada dan sehebat apa pun karier mereka di luar negeri, kerinduan akan kampung halaman selalu tumbuh.

Bahkan kemajuan teknologi yang saat ini memudahkan mereka untuk berkomunikasi dengan sanak-saudara di tanah asalnya pun, itu tidak cukup membantu.

“Kompleksitas memang akan selalu jadi bagian dari kehidupan diaspora di tempat tinggal mereka,” tambahnya.

Dia menyarankan agar ke depan, hubungan antara ilmuwan diaspora dengan industri dalam negeri harus segera dibangun. Sehingga konsep dan ide pembangunan yang tertuang dalam buku ini bisa direalisasikan dengan segera. (esy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pelamar CPNS 2018 Formasi Diaspora Hanya 19 Orang


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler