jpnn.com, JAKARTA - Situasi pandemi Covid-19 ternyata tidak hanya memberikan berkah bagi industri pasar modal. Sebab sepanjang masa pagebluk tahun lalu, jumlah investor melesat hingga 56 persen jadi 3,87 juta Single Investor Identification (SID) dari posisi akhir 2019. Dari jumlah itu, investor saham meroket 53 persen jadi 1,68 juta SID.
Tidak hanya itu, jumlah investor aktif harian hingga 29 Desember 2020 terdapat 94.000 investor atau melonjak 73 persen dibandingkan akhir 2019. Investor aktif harian adalah investor yang setidaknya melakukan satu kali transaksi dalam satu hari.
BACA JUGA: Komisi XI DPR Optimistis UU Cipta Kerja Tingkatkan Penerimaan Pajak
Selain itu, investor aktif ritel juga tercatat tumbuh 4 kali sepanjang 2020. Per Januari 2020 rata-rata frekuensi transaksi harian investor ritel sekitar 51.000 transaksi, sedangkan per Desember 2020 rata-ratanya menjadi sekitar 206.000 transaksi.
Sayangnya berkah ini tidak selalu berbuah manis. Belakangan heboh diberitakan marak investor ritel, terutama investor pemula yang berinvestasi saham menggunakan dana hasil utang dan menggadaikan aset atau “uang panas”.
BACA JUGA: Komisi XI DPR Desak Pemerintah Kejar Piutang Negara
Parahnya lagi, ada testimoni investor yang hingga meminjam dari 10 aplikasi pinjaman online mencapai Rp170 juta untuk membeli saham tertentu di saat harga naik, namun kemudian harga saham anjlok dan “nyangkut”.
Fenomena ini heboh di media sosial beberapa waktu terakhir. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fatchan, mengungkapkan keprihatinanya atas fenomena tersebut. Sebab di saat banyak investor pemula euforia dan berlomba-lomba berinvestasi saham di tengah pandemi, namun mereka bukannya untung malah buntung karena tidak teredukasi dengan baik soal bagaimana seharusnya berinvestasi di pasar modal.
BACA JUGA: PKB Minta Komjen Listyo Sigit Beri Peluang Kepada Lulusan Pesantren Masuk Polri
“Seharusnya melonjaknya minat investor domestik di tengah pandemi ini sudah diantisipasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan BEI (Bursa Efek Indonesia) sebagai regulator dan otoritas yang menaunginya,” ungkap Fatchan dalam keterangannya, Kamis (21/1/2021).
Menurut Fatchan, OJK dan BEI seharusnya menggencarkan edukasi pasar modal bagi masyarakat seluas-seluasnya. Apalagi di situasi sulit di tengah pandemi seperti saat ini, masyarakat juga sedang berjuang untuk bisa bertahan secara ekonomi. Karena itu peran otoritas dalam melindungi kepentingan investor sangat diperlukan.
“Jangan sampai tingginya minat investor lokal saat ini, namun kemudian disusul fenomena banyak investor rugi karena tidak teredukasi dengan baik hanya membuat masyarakat kapok untuk berinvestasi di pasar modal,” kata Fatchan.
Fatchan menekankan peristiwa investor berinvestasi saham dengan dana hasil utang kemudian nyangkut sebenarnya bisa dicegah, jika OJK dan BEI menjalankan fungsi edukasinya dengan baik. Menurutnya, peran investor domestik yang terus meningkat ini sangat diperlukan agar menopang daya tahan pasar modal domestik di tengah gejolak di masa pandemi, dan tidak lagi tergantung dengan investor asing.
“Investor-investor pemula ini adalah investor masa depan pasar modal Indonesia. Karena itu tingginya minat mereka berinvestasi di pasar modal harus direspons dengan baik oleh otoritas. Jangan sampai mereka kapok berinvestasi di instrumen investasi legal dan akhirnya kembali memilih berinvestasi di instrument investasi bodong,” kata Fatchan.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich