jpnn.com, JAKARTA - KPK membuka peluang memeriksa lagi Ketua DPD Demokrat Sumut Muhammad Lokot Nasution (MLN ) dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan perbaikan rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi di Direktorat Jenderal Kereta Api atau DJKA Kemenhub tahun anggaran 2021-2022.
Potensi MLN diperiksa lagi karena namanya pernah disebut dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jawa Barat, dengan terdakwa Zulfikar Fahmi beberapa waktu lalu.
BACA JUGA: Usut Kasus Korupsi Akuisisi Perusahaan, KPK Panggil Komisaris PT ASDP
Dalam kasus ini, MLN sudah pernah diperiksa KPK sebagai saksi pada 27 Februari 2024 silam.
MLN diperiksa sebagai saksi dalam kapasitas sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam Paket Pekerjaan Penanganan Amblesan Jalan KA di KM.114+500-KM.115+000 antara Cempaka-Negararatu Lintas Tarahan-Tanjung Enim dan Paket Pekerjaan Pembangunan Drainase Beton di Jalur Double Track KM.165+949-KM.171+949 antara Cempaka-Giham Lintas Tarahan-Tanjung Enim, dan PPK pada Satker Lampung.
BACA JUGA: KPK Dalami Bukti Keterlibatan Ketua Komisi V DPR dalam Kasus DJKA Kemenhub
"Peluang (memeriksa lagi Lokot) selalu ada selama ada petunjuk dan alat bukti yang mendukung," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (8/8/2024).
Nama MLN pernah disebut sebagai penerima suap dalam putusan pengadilan untuk terdakwa Zufikar Fahmi yang merupakan Direktur PT Putra Kharisma Sejahtera.
BACA JUGA: Anak Usaha PT KAI dan Istana Putra Agung jadi Tersangka Korporasi Suap DJKA
MLN bersama sejumlah orang disebut menerima suap sebesar Rp 9,3 miliar dalam kurun waktu Januari 2022 hingga April 2023.
Zulfikar sendiri sudah divonis bersalah dan dihukum empat tahun penjara. Namun, MLN dan sejumlah nama lainnya yang disebut sebagai penerima suap dari Zulfikar Fahmi belum ditetapkan sebagai tersangka hingga sekarang.
Tessa menyampaikan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dapat menggunakan semua informasi di dalam persidangan, bila menilai informasi terkait dapat mendukung proses pembuktian perkara yang sedang berjalan.
Bila tidak berhubungan langsung dengan perkara yang sedang disidangkan, katanya, JPU dapat membuat laporan pengembangan penuntutan sebagai bahan laporan kepada pimpinan untuk diputuskan kemudian.
"Atau disampaikan kepada penyidik bila informasi tersebut dibutuhkan dalam mendukung penanganan perkara penyidikan yang sedang berlangsung," katanya.
KPK membongkar kasus dugaan korupsi di DJKA Kemenhub melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada April 2023 lalu. Saat itu, lembaga antirasuah tersebut langsung menetapkan 10 orang tersangka dan melakukan penahanan terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan perbaikan rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
Enam tersangka berperan sebagai penerima suap. Yakni, Direktur Prasarana Perkeretaapian Harno Trimadi; PPK BTP Jabagteng Bernard Hasibuan; Kepala BTP Jabagteng Putu Sumarjaya; PPK BPKA Sulsel Achmad Affandi; PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian Fadliansyah; dan PPK BTP Jabagbar Syntho Pirjani Hutabarat.
Sedangkan empat tersangka selaku pemberi suap yaitu Direktur PT Istana Putra Agung Dion Renato Sugiarto; Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma Muchamad Hikmat; Direktur PT KA Manajemen Properti sampai dengan Februari 2023 Yoseph Ibrahim; dan VP PT KA Manajemen Properti Parjono.
Mereka sudah diadili dan dijatuhi hukuman oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dalam pengembangannya, KPK telah menetapkan lebih dari 13 tersangka lagi dalam kasus suap terkait jalur kereta api di DJKA Kemenhub.
KPK menyebut para tersangka berasal dari berbagai latar belakang, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kemenhub, dua perusahaan korporasi, dan satu individu dari sektor swasta.(ray/jpnn)
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean