jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Iwan Nurdin mengungkapkan bahwa mafia tanah tidak hanya melibatkan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Namun, juga melibatkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pengacara, aparat kelurahan/desa, dan juga pengusaha.
BACA JUGA: Puji Keberanian Menteri Hadi Tjahjanto Berantas Mafia Tanah
Iwan Nurdin mengatakan hal tersebut menanggapi pernyataan Menteri ATR/BPN Hadi Tjahyanto yang menyebut pelaku mafia tanah adalah oknum BPN, PPAT, Pengacara, aparat kelurahan/desa.
"Maraknya persoalan mafia tanah karena pengusaha kerap membuat operasi penyuapan, pemalsuan," kata Iwan Nurdin, di Jakarta, Senin (27/12).
BACA JUGA: Sikat Mafia Tanah, Menteri Hadi Mengaku Sering Diancam
Menurut dia, korban mafia tanah sulit dipulihkan hak-haknya oleh BPN karena praktik ini lama berjalan di dalam institusi BPN yang mencitrakan diri hendak memberantas praktik tersebut.
"Tidak heran jika publik pesimistis dengan janji semacam ini. Ini ibarat jeruk makan jeruk," ucapnya.
BACA JUGA: Irjen Andi Rian Minta Anak Buahnya Menyikat Para Mafia Tanah
Iwan menjelaskan, korban mafia tanah yang melawan pengusaha kelas kakap sulit dipulihkan karena laporan mereka kepada BPN dengan mudah diabaikan.
Pengabaian tersebut, kata dia, misalnya dengan cara menyatakan sedang dipelajari oleh tim hukum internal BPN, memberikan informasi sepihak atau informasi yang tidak utuh kepada pimpinan sehingga kasus seolah menguap dan dilupakan.
“Belum lagi mengangkat kasus laporan masyarakat ini sesungguhnya membuka praktik buruk jajaran BPN sendiri. Pendeknya saling menutupi dan melindungi,” jelasnya.
Selama ini, lanjut Iwan, pemulihan hak korban mafia tanah, khususnya oleh oknum BPN lama yang produknya jelas-jelas cacat hukum masih saja dipertahankan.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan sejumlah ralat atas keputusan BPN akibat praktik Mafia Tanah di masa lalu tersebut.
“Misalnya dengan memainkan keputusan Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan BPN, sementara di dalamnya terdapat sejumlah desa atau kelurahan, tanah-tanah milik masyarakat ini belum digantirugi bahkan sudah ada SHM milik masyarakat,” ungkapnya.
Iwan Nurdin juga menyebutkan kasus lain, seperti HGU Perusahaan Sawit di Mesuji PT BSMI dalam catatan Lokataru HGU-nya terbit di atas SHM masyarakat sehingga rakyat terusir.
Kemudian, sejumlah Hak Guna Bangunan (HGB) yang dihasilkan oleh praktik buruk administrasi pertanahan, misalnya di Sentul atau baru-baru ini yang ramai diberitakan PT CAM di Rawa Terate, Jakarta Timur.
"Tanah milik individu atau masyarakat dapat dimiliki oleh pengusaha tanpa permah melakukan jual beli sebelumnya," bebernya. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh