Soal Kebahagiaan, Jatim Nomor 11: Renungan di Hari Kemerdekaan

Kamis, 17 Agustus 2017 – 16:34 WIB
Selain menjadi jujukan warga untuk refreshing, Taman Bungkul menjadi tempat olahraga pagi. Foto: Yuyung Abdi/Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Indeks Kebahagiaan Indonesia, Selasa (15/8). Jawa Timur merupakan provinsi yang kebahagiaannya nomor 11 terbawah dari 34 provinsi. Nilainya hanya 70,77, jauh dari Provinsi Maluku Utara yang paling bahagia 75,68.

Bagaimana dari sudut pandang Surabaya, ibu kota Jatim? Ini catatan renungan dari Ario Djatmiko, dokter senior dan pegiat Paguyuban Arek Lawas Suroboyo.

BACA JUGA: Hasil Survei BPS: Pria Lebih Bahagia Dibanding Perempuan


KITA harus mengakui, Surabaya kini merupakan kota terkemuka di negeri ini. Perkembangan kota Surabaya menjadi buah bibir masyarakat Indonesia. Bersih, hijau, indah, dan lalu lintas yang tertib membuat Surabaya terasa beda dengan kota lain.

Bahkan, di beberapa lokasi, sentuhannya berubah total, eksklusif, begitu indah, dan tertata rapi. Seakan kita berada di kota khayalan.

BACA JUGA: Daya Beli Masyarakat Turun? BPS: Uangnya untuk Bersenang-senang

Istilah dan nama-nama asing tampak lebih banyak dipilih untuk nama jalan dan cluster di beberapa kawasan baru. Semua membuat kita merasa menjadi modern dan tidak di Surabaya lagi.

Bahkan, di salah satu belahan kota, Anda dapat membaca ”the Singapore of Surabaya”, di mulut kawasan, patung kepala singa putih simbol Singapura tampak gagah menyambut Anda.

BACA JUGA: Setya Novanto: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal II Masih Bagus

Nama-nama asli Surabaya berbau lokal tampak tidak membuat kita berbangga lagi, bahkan terkesan kampungan. Identitas baru perlu dihadirkan untuk membuat penghuni merasa beda, bergengsi, dan eksklusif.

Bila Anda menyebut rumah Anda di kawasan X, semua mafhum Anda berasal dari kalangan tertentu. Harga rumah di kawasan tersebut tak terkira mahalnya, tapi laris manis terus diburu pembeli.

Benar, value yang diterima memang sesuai harapan pembeli. Aman, nyaman, fasilitas lengkap sesuai kebutuhan gaya hidup terkini. Pride is price and price is pride, strategi bisnis sang pengembang benar-benar jitu.

Ada yang salah di sini? Tidak! Wajar dan sudah hukum alam, manusia eksklusif membutuhkan tempat hunian yang eksklusif. Di kota mana pun di dunia, fenomena ini ada, eksklusivitas memang selalu menjadi kebutuhan masyarakat kelas atas.

Wajah lama Kota Surabaya pun kini berubah banyak. Ruko tak terhitung memenuhi kota. Mal-mal dan tempat gemerlap muncul di mana-mana, bak rumput di musim hujan. Jelas, Kota Surabaya terus berkembang memenuhi hasrat para eksklusif.

Tak mungkin orang-orang eksklusif bersedia berkeliaran di pasar tradisional kumuh. Kalangan eksklusif membutuhkan tempat belanja yang nyaman, aman, dan tempat rileks yang elegan.

Terjadi perubahan masif, fenomena itu pertanda bahwa perkembangan Kota Surabaya sepenuhnya mengikuti kepentingan pebisnis. Tampaknya, wajah dan perluasan Kota Surabaya akan terus berubah mengikuti ke mana arah uang.

Sungguh, saat ini perlu rasanya kita mengingat pesan Gandhi, ”Dunia ini cukup untuk keperluan seluruh manusia, tapi tak cukup untuk keserakahan seorang manusia”.

Perkembangan Surabaya seperti inikah yang kita inginkan?

Peradaban adalah anugerah paling mulia yang diberikan Allah (hanya) bagi umat manusia. Makhluk lain tidak mengenal peradaban.

Huntington merumuskan, inti peradaban manusia adalah sikap manusia yang memiliki kesadaran moral dalam hubungan sosial, rasa simpati dan empati dalam setiap langkahnya.

Elemen penting dari peradaban adalah nilai agama, sistem organisasi masyarakat, pengetahuan-teknologi, bahasa, seni, dan sistem mata pencaharian hidup (ekonomi).

Jadi, pada dasarnya, peradaban lahir dari proses pendidikan yang komprehensif dari semua unsur di atas. Peradaban selalu dikaitkan dengan budaya dan budaya selalu berhubungan dengan hal-hal yang bersifat estetis.

Estetika adalah kepekaan rasa terhadap suatu keindahan. Di sanalah nuansa kreativitas dan arts hadir memberi identitas peradaban di setiap zamannya.

Sungguh tidak pada tempatnya bila perkembangan peradaban bangsa didikte hanya oleh satu elemen. Bila perubahan dipaksakan demi kepentingan satu elemen (baca: ekonomi) saja, akan terjadi ketimpangan.

Timbul luka serius di sistem organisasi kemasyarakatan, khususnya konstelasi hubungan sosial. Terjadi hal terburuk dalam sejarah kehidupan manusia, marginalisasi! Golongan masyarakat tertentu tergusur, tidak mampu mengimbangi tuntutan perkembangan elemen tadi (baca: ekonomi).

Apa arti kota bagi umat manusia? Kota jelas bukan sekadar pusat kegiatan ekonomi. Tetapi, lebih dari itu, kota adalah pusat perkembangan peradaban manusia.

Kegiatan ekonomi berjalan sesuai kebutuhan hidup dan terus berputar mengikuti siklus tertentu. Namun, peradaban akan lebih kekal walaupun terus berkembang. Di setiap kota tersimpan kandungan nilai estetik yang unik dan luar biasa.

Perjalanan sejarah kota selalu ditandai oleh guratan mahakarya dari para empu, para pemikir, ahli pertanahan, arsitek, dan para seniman genius di zamannya.

Guratan sejarah itulah yang menjadi identitas abadi setiap kota. Menghapus sejarah, wajah, dan identitas kota adalah kegiatan yang sungguh tidak beradab.

Seorang filsuf abad ke 3–4, Saint Augustine, menulis, ”Every city is living body.” Setiap kota memiliki ”roh”.

Di sanalah letak nilai dan kekayaan peradaban dari sebuah kota. Semegah apa pun, kota tanpa guratan sejarah peradaban hanya merupakan kumpulan bangunan artifisial tanpa roh.

Membangun adalah kegiatan membuat sesuatu menjadi lebih baik. Ukuran apa yang dipakai menilai keberhasilan pembangunan sebuah kota? Economic Intelligence Unit (EIU) membuat list kota ternyaman di dunia.

Untuk 2017, Melbourne is the most livable place on the planet. Kriterianya jelas, yakni tingkat keamanan, kemudahan transportasi umum, kualitas pendidikan, keindahan kota, akses sarana kesehatan, dan rata-rata usia harapan hidup penduduk Melbourne (baca: bukan hanya untuk segelintir golongan).

Nah, bagaimana kota kita Surabaya? Surabaya belum termasuk dalam list 100 hunian terbaik dunia. Kita bersyukur, Surabaya bukan termasuk hunian terburuk di dunia.

Namun, seiring berjalannya waktu, posisi itu akan terus berubah. Kelak peringkat Kota Surabaya menjadi yang terbaik atau terburuk?

Pertanyaan terpenting kini adalah apakah Kota Surabaya berkembang ke arah yang ”benar”? Kebenaran itu multitafsir, selalu terikat oleh ruang, waktu, dan bergantung pada siapa yang menilai.

Namun, ribuan tahun lalu, Aristoteles mengingatkan, perbuatan dikatakan benar bila memberi happiness for the greatest number.

Kebahagiaan pada jumlah terbesar. Benarkah berkembangnya Kota Surabaya telah memberi kebahagiaan untuk bagian terbesar penduduk Surabaya? Pertanyaan ini harus dijawab. Kita sudah 72 tahun merdeka. (www.jpip.or.id)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Good News, Angka Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Atas AS dan Singapura


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler