jpnn.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) tiga tahun sekali sejak 2012 mengadakan Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) yang mengukur Indeks Kebahagiaan Indonesia.
Indeks kebahagiaan ini merupakan indeks komposit yang disusun oleh tiga dimensi, yakni kepuasan hidup, perasaan dan makna hidup.
BACA JUGA: Bu Susi: Bangsa Kita Memang Santun, tapi Kalau Dirampok Masa Diam saja
Berdasarkan hasil survei terbaru BPS, pada 2017 ini tingkat indeks kebahagiaan mencapai 70,69 pada skala 0-100.
Indeks kebahagiaan tersebut meningkat dibanding tiga tahun lalu tepatnya pada 2014 dimana ukuran bahagia masyarakat Indonesia hanya 68,28.
BACA JUGA: TNI AL dan Jalasenastri Sukses Gelar Bakti Sosial
Kepala BPS Kecuk Suhariyanto menuturkan pada 2014, hanya ada satu dimensi yang menjadi indeks komposit yakni kepuasan hidup. Sementara tahun ini, ada tiga dimensi yang menjadi indikator.
"Metode pengukuran indeks kebahagiaan tahun ini mengalami perubahan, karena ada penambahan cakupan indeks dibanding tahun 2014. Tapi sekalipun tidak ditambah dua dimensi, tetap ada peningkatan indeks kebahagiaan, dimana pada 2014 itu 68,28 sedangkan tahun ini 69,51 jadi masih ada kenaikan 1,23 poin,"jelasnya di Gedung BPS, kemarin (15/8).
BACA JUGA: Ulama Indonesia Tidak Akan Mengubah Pancasila
Kecuk menguraikan survei tersebut dilakukan terhadap 72 ribu rumah tangga di 487 kabupaten/kota. Survei tersebut dilakukan pada bulan April tahun ini.
Berdasarkan dimensi yang menjadi indikator, yang membuat orang Indonesia paling bahagia adalah dimensi makna hidup sebesar 72,23 poin, kemudian kepuasan hidup sebanyak 71,07 poin dan ketiga dimensi perasaan 68,59 poin.
"Jadi meskipun kepuasaan hidupnya 71,07 poin, ketika kita pilah masih ada gap tinggi antara dimensi sosial dan dimensi personalnya yang nantinya perlu beberapa terobosan agar kedepannya kita lebih bahagia," jelasnya.
Kecuk melanjutkan, indeks kebahagiaan juga dibagi menjadi beberapa karakteristik. Diantaranya klasifikasi wilayah yang mencakup perkotaan dan pedesaan.
Sementara klasifikasi lainnya meliputi jenis kelamin, status perkawinan dan kelompok umur. Untuk wilayah, terindikasi indeks kebahagiaan orang yang tinggal di perkotaan lebih tinggi dibanding yang berada di pedesaan.
"Jadi di sini orang kota lebih bahagia dibanding orang desa, dengan catatan kalau untuk orang kota bahagianya lebih kepada kepuasan kehidupan persoalan dari pendidikan, sisi pendapatan, sisi pekerjaan lebih bagus. Kalau di desa, angka kepuasan sosialnya itu lebih tinggi dari kota," jelasnya.
Jika berdasarkan kelompok umur, kata Kecuk, berdasarkan survei ternyata semakin tua usia seseorang, semakin berkurang tingkat kebahagiaannya.
Indeks kebahagiaan paling tinggi terdapat pada kelompok umur usia kurang dari 24 tahun. Sementara indeks kebahagiaan terendah ada pada kelompok umur di atas usia 64 tahun.
"Kalau masih berumur 24 tahun happy kita, tidak mikirin apa-apa. Umur 25 tahun ketika getting married itu kebahagiaannya mulai turun, tetapi yang paling mengkhawatirkan sesudah 65 tahun, karena biasanya seiring bertambah umur kebahagiaannya menurun. Penyebabnya orang Indonesia kurang memikirkan masa pensiun, "urainya.
Untuk karakteristik jenis kelamin, lanjut Kecuk, terindikasi bahwa pria ternyata lebih bahagia dibanding perempuan. Hasil survei ini tidak berubah dari sejak survei ini pertama kali dilakukan pada 2012.
"Mungkin kalau perempuan itu karena pemikirannya jauh lebih matang, lebih teliti, semua dipikirkan. Kalau laki-laki kan cuek bebek ya. Sudah banyak penelitian kalau laki-laki lebih bahagia dibanding perempuan," lanjut Kecuk.
Yang berikutnya terkait klasifikasi status perkawinan, Kecuk menuturkan, ternyata orang single lebih bahagia dibanding yang sudah menikah.
Dari klasifikasi ini mereka memiliki indeks kebahagiaan tertinggi sementara status cerai hidup memiliki indeks kebahagiaan terendah.
"Paling bahagia single, habis itu dia menikah kebahagiannya menurun. Kemudian dia cerai hidup, terganggu mantannya jadi tidak happy," katanya.
Dari sisi provinsi, ternyata Maluku Utara memegang predikat provinsi dengan penduduk paling bahagia. Selanjutnya diikuti Maluku dan Sulawesi Utara.
Sementara provinsi dengan indeks kebahagiaan terendah adalah Papua, kemudian Sumatra Utara dan disusul Nusa Tenggara Timur.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS M. Sairi menguraikan meski Maluku Utara bukan provinsi dengan wilayah perkotaan seperti Jakarta, namun hubungan sosial di provinsi tersebut sangat baik.
"Di sana menonjol sekali variabel yang terkait dengan hubungan sosial, makna hidup. Mereka lebih meyakini diri mereka lebih berhagra dari yang lain. Mereka merasa nyaman dan akhirnya bahagia," jelasnya. (ken)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BNPT Janji Fasilitasi Keluarga Mantan Kombatan
Redaktur & Reporter : Soetomo