jpnn.com - JAKARTA -- Wakil Ketua MPR H. Yandri Susanto SPt mengapresiasi langkah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) serta Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dalam menyelesaikan masalah overstay para warga begara Indonesia (WNI) di Arab Saudi.
Menurut Yandri, pasporisasi bagi mereka yang overstay di negeri kaya minyak itu mengurai benang kusut permasalahan WNI yang ada di Saudi.
BACA JUGA: Yandri Susanto Mengucapkan Selamat kepada Purnawirawan TNI dan Artis yang Gabung PAN
"Status hukumnya menjadi jelas sehingga hak-hak WNI bisa dipenuhi lagi,” ujarnya di Jakarta, Senin (12/12).
Wakil ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan pasporisasi yang ditempuh Kemenkumham dan Kemenlu bukan sesuatu yang gampang, sebab ada sekitar 19.109 WNI yang masuk dalam katagori overstay. Mereka tinggal di berbagai kota yang ada di Saudi.
BACA JUGA: Masa Berlaku Paspor Jadi 10 Tahun, Pemohon Langsung Melonjak
“Sehingga kami apresiasi langkah kementerian terkait dalam pasporisasi mulai dari membuka pendaftaran di kantor Jeddah dan Riyadh hingga mengeluarkan paspor yang baru,” ujarnya.
Dia mengatakan pasporisasi yang dilakukan oleh pemerintah lewat kementerian tersebut menunjukan bahwa negara hadir di tengah WNI yang dirudung masalah dan membutuhkan uluran tangan bantuan.
BACA JUGA: Warga Myanmar di Australia Takut Perpanjang Paspor karena Tidak Mau Membahayakan Keluarga Mereka
“Pemerintah telah melaksanakan amanat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yakni melindungi seluruh tumpah darah Indonesia,” ujarnya.
Dengan pasporisasi, harapan baru muncul di benak WNI yang menjadi pekerja migran Indonesia (PMI). Mereka yang ingin tetap bekerja di Saudi bisa menggunakan paspor itu untuk proses dan syarat bekerja kembali di sana agar legal.
Bagi PMI yang ingin kembali ke tanah air bisa menggunakan paspor yang ada untuk syarat perjalanan penerbangan dan keimigrasian.
Apalagi pemerintah menyediakan pesawat angkutan haji yang hendak pulang ke Indonesia untuk para PMI yang masuk dalam program pasporisasi.
“Kalau mau pulang ke tanah air bisa naik pesawat haji,” ujarnya. “Bagaimana teknisnya bisa melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Kementerian Agama dan maskapai terkait,” tambahnya.
Dengan fasilitas penerbangan yang demikian, Yandri Susanto menyebut PMI akan bisa lebih aman dan nyaman.
Politikus dari Dapil II Banten itu mengakui betapa rumitnya hidup di negeri orang ketika paspor yang ada sudah tidak berlaku lagi, overstay. Mereka seperti orang yang kehilangan kewarganegaraan, stateless. Sebab, mengalami nasib seperti itu maka tidak ada perlindungan hukum yang bisa mereka terima.
“Berbagai program jaminan hidup dan kesejahteraan pun tak bisa mereka terima,” paparnya.
Kondisi yang demikian membuat mereka hidup dalam ketidakpastian, merana, dan kerap menjadi sasaran penertiban aparat keamanan Saudi yang ujung-ujungnya bisa ditangkap bahkan dipenjara.
“Menyedihkan mereka ada yang menjadi gelandangan dan hidup di kolong-kolong jembatan,” ungkapnya.
Pria asal Bengkulu itu berharap bantuan hukum tidak hanya dilakukan dengan pasporisasi namun bagaimana program pengiriman PMI bisa ditata dan lebih diawasi.
Menurutnya, overstay bisa terjadi karena PMI tidak tahu bagaimana melakukan pembaruan paspor. Bisa juga paspor yang ada ditahan oleh perusahaan pengiriman PMI atau majikan mereka. Untuk itu bagaimana masyarakat yang ingin berkerja di luar negeri harus dibekali tidak hanya dengan ketrampilan namun juga pengetahuan hukum. “Agar mereka tidak terjebak pada perdagangan manusia,” tuturnya.
Bagi Yandri Susanto, bekerja luar negeri tidak perlu disetop karena masalah di atas namun paling penting adalah bagaimana pengiriman PMI lebih dipersiapkan.
Baik menguasai ketrampilan yang dibutuhkan maupun pengetahuan hukum yang harus dimiliki sebab dalam masalah tenaga migran, Indonesia harus bersaing dengan banyak negara seperti Filipina, India, Bangladesh, dan Sri Langka.
“Nah bila PMI mempunyai keterampilan yang memadai maka tidak susah bersaing dengan tenaga migran lainnya,” paparnya. “Gaji yang diterima pun lebih proffesional,” tambahnya. (rls/boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi