Ketika Nwayoo, bukan nama sebenarnya, mendapat surat dari Departemen Dalam Negeri Australia yang mempertanyakan mengapa paspornya tidak berlaku lagi, jantungnya seperti mau copot.

Paspornya telah dibatalkan oleh Kedutaan Myanmar di Australia.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Warga Sydney Muak dengan Jadwal Kereta

Itu karena dia menentang kudeta yang terjadi di negaranya, yang dilakukan junta militer pada Februari tahun lalu.

Sejak itu, junta militer yang juga dikenal dengan nama Tatmadaw sudah membatalkan puluhan paspor lawan politik yang menentang rezim dan juga mencabut kewarganegaraan beberapa orang lainnya.

BACA JUGA: Tingkat Pengangguran di Sydney Barat Daya Tinggi, Meningkatkan Keterampilan Migran Bisa Jadi Solusi

Kedutaan Myanmar di Australia juga dituduh melakukan intimidasi setelah mengirim surat mendesak para warga Myanmar yang tinggal di Australia untuk menyatakan kesetiaan kepada junta.

Selama 18 bulan terakhir, Myanmar telah dilanda kekacauan setelah junta militer yang berkuasa mengeksekusi beberapa tahanan politik dan dituduh membakar desa-desa, serta melakukan penganiayaan.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Najib Dipenjara di Malaysia, Salju di Australia

Menurut Asosiasi Bantuan Bagi Tahanan Politik, lebih dari 15.000 orang telah ditahan sejak kudeta, sementara 2.230 orang lainnya terbunuh.

Tanpa paspor, Nwayoo khawatir dia akan dipulangkan kembali ke Myanmar.

Departemen Dalam Negeri mengatakan kepadanya bahwa mereka mendapatkan '"informasi yang tidak menguntungkan" untuknya dari kedutaaan dan paspornya dinyatakan telah dibatalkan.

Nwayoo sekarang diberi waktu 28 hari untuk memberikan penjelasan kepada pemerintah Australia.

"Kalau mereka tidak menerima penjelasan saya, saya harus kembali ke Myanmar," katanya.

"Kalau saya kembali ke sana, pertama-tama mereka pasti akan menangkap saya saat tiba di bandara. Kemudian mereka juga akan menahan keluarga saya."

Banyak paspor warga Myanmar lain di Australia tidak dibatalkan namun masa berlakunya hampir habis.

Prudence, juga bukan nama sebenarnya, mengatakan kepada ABC bahwa dia takut ke kedutaan untuk memperpanjang paspornya.

Dia khawatir akan dimintai berbagai informasi seperti nama anggota keluarga dan alamat mereka di Myanmar, hal yang bisa membahayakan keselamatan mereka.

"Saya mengambil risiko besar ini. Mereka (pemerintah junta) sangat berbahaya," kata Prudence.

"Bila saya ke kedutaan mereka pasti akan mengecek data saya. Bila mereka menemukan di mana keberadaan anggota keluarga saya, itu akan menjadi masalah."

"Mereka tidak bisa melakukan apa-apa terhadap saya, namun mereka bisa melakukan sesuatu terhadap keluarga saya.'

Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG) adalah sebuah kelompok yang didirikan oleh anggota parlemen Myanmar yang terpilih lewat pemilu, para pemimpin etnis, dan pegiat anti junta.

Perwakilan NUG di Australia, Dr Tun-Aung Shwe, mengatakan dia ingin mendiskusikan dengan Departemen Dalam Negeri dan Imigrasi Australia agar dapat bersama-sama menemukan solusi permanen dalam mengatasi situasi ini dibanding harus mengatasinya kasus per kasus.

"Kami ingin Departemen Dalam Negeri dan Kementerian Imigrasi melakukan pertimbangan yang menyeluruh dalam mengatasi masalah ini," katanya.

"Sekarang kedutaan menggunakan masalah paspor untuk menekan warga Myanmar, bahkan untuk mereka yang tinggal di Australia."

Kedutaan Myanmar di Australia mengatakan kepada ABC bahwa ini semua adalah "misinformasi" dan kedutaan tetap memperpanjang dan menerbitkan paspor secepat mungkin. Berharap pemerintah Australia mengakui NUG

Dr Shwe dan para pegiat lain berharap pemerintah Australia akan mengakui NUG sebagai pemerintahan yang berdaulat di Myanmar, dan bukannya junta militer.

Sejauh ini hanya Republik Ceko yang sudah mengakui.

Bulan Mei lalu Australia mengambil langkah untuk menurunkan tingkat hubungan diplomatik dengan Myanmar, dengan tidak mengirim duta besar yang berkuasa penuh tapi hanya mengangkat Kuasa Usaha.

Bila NUG diakui, Dr Shwe berharap hal tersebut akan membuat kantornya yang baru dibuka bisa mengeluarkan paspor atau dokumen lain yang bisa memberikan ketenangan bagi warga Myanmar di Australia.

ABC sudah menghubungi Departemen Dalam Negeri Australia untuk mendapatkan komentar.

Dalam pernyataannya, Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) mengatakan mereka mendorong warga Myanmar untuk berkonsultasi dengan Departemen Dalam Negeri terkait pilihan visa yang ada.

"Australia memiliki kebijakan mengakui negara, bukan pemerintahan," kata DFAT.

"Kami menghargai pentingnya untuk memahami banyaknya suara bagi demokrasi di Myanmar, dan pejabat Australia sudah berhubungan secara teratur dengan perwakilan NUG."

Nwayoo mengatakan, jika situasi di Myanmar sudah lebih aman, ia ingin pulang untuk memperbaiki negaranya.

Tapi ia merasa tidak punya banyak pilihan saat ini dan akhirnya telah mengajukan permohonan visa perlindungan di Australia.

Sejak kudeta, tercatat setidaknya 700 orang dari Myanmar yang tinggal di Australia telah mendaftar untuk mendapat visa perlindungan ini.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berhubungan Seks Antara Sesama Pria Bukan Lagi Kejahatan di Negara Tetangga Indonesia Ini

Berita Terkait