jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait menilai langkah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah tepat dalam menarik peredaran obat sirop yang menganding Etilen Glikol (EG).
Selain itu, BPOM juga akan memidanakan dua perusahaan yang mengedarkan produk dengan cemaran EG melebihi ambas batas.
BACA JUGA: Penelitian Terbaru Ungkap BPA Dapat Bermigrasi ke Air dalam Suhu Ruangan
Pasalnya, cemaran bahan ini diduga pemicu ratusan anak Indonesia terkena gangguan ginjal akut misterius.
Meski demikian, kata Arist, dia tak ingin isu EG ini justru mengaburkan perjuangan utama pelabelan galon guna ulang yang mengandung BPA.
BACA JUGA: Benarkah BPA Menyebabkan Kanker? Ini Kata Para Dokter AhliÂ
"Langkah BPOM sudah tepat dengan memberi label pada galon guna ulang yang mengandung BPA," kata Arist dalam keterangan tertulisnya, Jumat (28/10).
Menurut Arist, sudah banyak jurnal dan penelitian bahaya bisfenol A (BPA) bagi anak-anak, sehingga sudah banyak pula negara negara maju melarangnya.
BACA JUGA: Demi Lindungi Kesehatan Masyarakat, Pakar Dukung Regulasi BPA
Dengan pengesahan Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan, BPOM telah melakukan tindakan pencegahan untuk melindungi kesehatan anak-anak sejak dini.
"Sebenarnya Etilen Glikol senyawa polimer ini terdapat pada obat sirop sebagai bahan pelarut, hanya saja ada suatu hal yang salah dan tidak sesuai dengan standar keamanan obat yang telah ditetapkan oleh BPOM," tutur Arist.
Dia menduga ada pihak yang mencoba mengaitkan air minum dalam kemasan (AMDK) botol dan galon berbahan PET terlalu dipaksakan.
Lebih jauh Arist menjelaskan bahwa kemasan yang terbuat dari polikarbonat sudah jelas dilarang di negara negara maju dan menjadi point of concern WHO untuk tidak lagi menggunakan polikarbonat akan tetapi diganti dengan PET.
"PET justru jadi jalan keluar kemasan yang lebih aman dan direkomendasikan untuk digunakan," jelasnya.
Sementara itu, Pakar Polymer dan Metalurgi FT UI Prof Chalid menyampaikan secara gamblang bahwa jika dalam obat sirop Etilen Glikol dicampurkan dalam bentuk cair dan ikut diminum, berbeda dengan penggunaan EG sebagai senyawa pengikat dalam plastik PET yang sulit untuk luruh.
Pada obat, kandungan EG dianggap berbahaya karena digunakan untuk melarutkan bahan-bahan obat dan masuk ke tubuh karena ikut diminum.
Sedangkan untuk PET senyawa ini sekadar dipakai sebagai aditif untuk mengikat polimer, dan hanya bermigrasi jika kondisi ekstrem, yakni terpapar panas mencapai 200 derajat Celsius.
Arist berharap masyarakat jangan terkecoh dengan pengalihan isu Etilen Glikol, sebab BPOM sudah melakukan revisi pelabelan BPA dan tinggal menunggu pengesahannya.
"Kita harus tetap fokus ke perjuangan utama pelabelan galon guna ulang yang mengandung BPA, " tegas Arist.
Secara terpisah, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKB, Arzeti Bilbina juga mengaku mendapat banyak pertanyaan seputar EG.
Menurut dia, yang perlu diperhatikan adalah ambang batasnya dan ini sudah diatur secara khusus oleh BPOM mengenai keamanan pada kemasan pangan.
"Masyarakat tidak perlu panik dan khawatir mengaitkan Etilen Glikol yang ada di obat sirop dengan yang ada pada kemasan pangan," kata Arzeti Bilbina. (jlo/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh