jpnn.com, JAKARTA - Polemik seputar Bisfenol A (BPA) yang disebutkan menyebabkan berbagai masalah kesehatan serius, bahkan kanker dan gangguan hormonal seperti kemandulan dinilai perlu diluruskan.
Isu ini makin ramai dibicarakan masyarakat menyusul rencana pelabelan BPA pada air mineral kemasan galon guna ulang.
BACA JUGA: Demi Lindungi Kesehatan Masyarakat, Pakar Dukung Regulasi BPA
"Sampai saat ini belum ada buktinya. Tidak cukup data untuk menyatakan BPA ini menyebabkan kanker," kata Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Prof. dr. Aru Wisaksono Sudoyo SpPD-KHOM dalam diskusi Forum Ngobras, Jumat (1/10).
Menurut Prof. Aru perlu mengumpulkan data yang lebih banyak lagi dalam beberapa tahun ke depan sampai benar-benar yakin tentang hal itu.
BACA JUGA: Soal Pelabelan BPA, BPOM Diminta Jangan Terburu-buru
Ditambahkannya, sejauh ini belum ada riset yang konklusif terkait dampak BPA terhadap kesehatan. Belum ada riset juga yang relevan dengan kondisi di Indonesia.
Prof. Aru mengatakan sejumlah badan kesehatan terkemuka dari seluruh dunia (termasuk Badan Pengawas Obat dan Makanan AS, Health Canada, Otoritas Keamanan Pangan Eropa dan Standar Makanan Australia Selandia Baru), menyatakan bahwa paparan BPA tidak menimbulkan risiko kesehatan atau masalah keselamatan bagi orang-orang dari segala usia (termasuk anak yang belum lahir, bayi dan wanita hamil).
BACA JUGA: Ini Bahaya Kesehatan Akibat BPA, Masyarakat Harus Tahu
"Sayangnya, narasi terkait dengan pengaruh BPA pada kesehatan belum banyak dipaparkan para ahli," ujarnya.
Prof. Aru menambahkan, penyakit kanker lebih banyak disebabkan oleh 3 faktor yang berkaitan dengan gaya hidup dan ini sudah dibuktikan melalui bukti ilmiah yang sahih, yaitu overweight atau obesitas, gaya hidup kurang olahraga, dan pola makan tidak sehat.
Selain tiga faktor tersebut, faktor lain seperti zat kimiawi dari lingkungan pengaruhnya sangat kecil hanya sekitar 2%.
“Isu rokok lebih penting dikaitkan dengan kanker dibandingkan BPA. Sekali lagi, masih ada konflik data terkait BPA menyebabkan kanker,” jelasnya.
BPA adalah zat yang terdapat dalam kemasan, biasanya kaleng atau plastik. Fungsinya untuk memperkuat daya tahan kemasan sehingga bisa digunakan ulang.
Komposisi BPA dalam wadah atau kaleng ini sangat kecil, dan tidak mudah untuk terurai.
Dokter spesialis penyakit dalam, dr. Laurentius Aswin Pramono, M-Epid, menyatakan bahwa terkait dengan endokrin, pada dasarnya semua bahan kimia bersifat endocrine disruptor, yaitu komponen kimiawi yang bisa mengganggu fungsi sistem endokrin dan reproduktif dalam tubuh.
Namun untuk menimbulkan gangguan metabolisme dan endokrin, butuh kadar yang sangat besar dalam satu waktu secara bersamaan.
"Dalam berbagai review study, penggunaan bahan kimia dalam keseharian ternyata tidak mampu mencapai ambang yang bisa menyebabkan endocrine disruption,” katanya.
Dokter Aswin melanjutkan, kandungan BPA dalam galon guna ulang hanya 0,001% dari ambang batas yang bisa mengganggu.
“Disebutkan, butuh 10 ribu galon dalam satu waktu untuk bisa mencapai jumlah tersebut. Terkait hal ini, memang tidak perlu khawatir untuk menggunakan galon sehari-hari,” ujarnya.
Secara umum, zat-zat kimia yang masuk ke tubuh akan dibersihkan melalui berbagai mekanisme. Misalnya melalui detoksifikasi di liver (hati), dan dibuang oleh ginjal melalui urin.
“Ada banyak jalur pembuangan zat kimia dari tubuh, Untuk BPA, akan didetoks di liver. Jadi, dalam jumlah kecil tidak berbahaya karena akan didetoksifikasi, sehingga tidak masuk ke peredaran darah,” kata dr. Aswin. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berbagai Jenis Makanan Ini Bisa Jadi Pemicu Kanker Otak, Waspada!
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad