jpnn.com, JAKARTA - Fatwa MUI No 24 Tahun 2017 tentang Bermuamalah di Media Sosial adalah pandangan hukum agama. Fatwa tersebut menurut Waketum MUI Zainut Tauhid Sa'adi mengatur ketentuan tentang hal yang dilarang dan diperbolehlan dalam bermedsos ria.
"Ketentuan hukumnya bila dilarang adalah haram. Jika diperbolehkan hukumnya bisa wajib, sunah (dianjurkan) atau bahkan mubah (boleh). Jadi murni pendekatannya adalah syar'i," terang Zainur dalam pernyataan resminya, Jumat (9/6).
BACA JUGA: Komnas HAM Sudah Hubungi Habib Rizieq, Nih Hasilnya...
Adapun Bareskrim dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan ketentuan hukum positif yaitu UU ITE atau UU KUHP sehingga memiliki kekuatan hukum dalam mengambil tindakan. Dia menjelaskan, dalam UU ITE dan UU KUHP tegas ada larangan melakukan ujaran kebencian, menebar permusuhan yang bernuansa SARA, fitnah, adu domba yang bisa menimbulkan keresahan di masyarakat.
"Jadi memang sudah semestinya Bareskrim melaksanakan tindakan tegas terhadap siapa pun yang melanggar hukum berdasarkan ketentuan UU yang berlaku," ujarnya.
BACA JUGA: Ini Enam Seruan MUI terkait Konflik Qatar
Yang pasti dalam melaksanakan tugas, lanjut Zainut, Bareskrim harus bersikap adil dan tidak boleh tebang pilih. Jangan terkesan yang ditarget dari kelompok tertentu saja. Sementara ada kelompok lain yang juga melanggar hukum tetapi dibiarkan. Kalau hal ini terjadi maka akan menurunkan kredibilitas aparat penegak hukum.
"Fatwa MUI memberikan penguatan secara syar'i terhadap upaya kepolisian dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini tentu memberikan dukungan positif kepada aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya sehingga capaiannya lebih berhasil guna dan berdaya guna," pungkasnya.(esy/jpnn)
BACA JUGA: Indonesia Perlu Memprakarsai Sidang Darurat OKI
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Alasan PPP Mendukung Fatwa MUI
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad