Soal Penataan Buffer Zone, Pertamina tak Bisa Bergerak Sendirian

Kamis, 30 Maret 2023 – 11:29 WIB
Petugas Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Provinsi DKI Jakarta berusaha memadamkan api di rumah warga imbas kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara, Jumat (3/3/2023).ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa/aa.

jpnn.com, JAKARTA - PT Pertamina dinilai tak bisa sendirian menata buffer zone di berbagai objek vital nasional (Obvitnas) yang dimiliki.

Menurut Pengamat BUMN Universitas Indonesia Toto Pranoto, Pertamina perlu dukungan dan harus berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemda setempat.

BACA JUGA: Jarak Buffer Zone Berstandar Internasional Patut Dicontoh di Indonesia

“Koordinasi lintas K/L dan Pemda sangat penting untuk menjaga keamanan aset vital ini," ujar Toto.

Untuk Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang misalnya, Toto mengatakan, salah satu dukungan yang dibutuhkan adalah dari Pemerintah setempat.

BACA JUGA: RUU Kesehatan Menjamin Warga Negara Sehat Lebih Mudah, Murah & Akurat

Dalam hal ini, Pertamina dengan didukung Pemprov DKI, membebaskan lahan permukiman. Dengan demikian, posisi depo Plumpang lebih steril.

Pembebasan permukiman ini penting, karena dalam pandangan Toto, posisi depo Plumpang sangat ideal dan strategis karena dekat dengan Pelabuhan Tanjung Priok dan akses jalan tol dalam kota.

BACA JUGA: Perangi Perubahan Iklim di Indonesia, Schneider Electric Kampanyekan Green Heroes for Life

“Artinya, memindahkan (TBBM) ke lokasi lain bukan pilihan ideal,” sambung Toto.

Toto juga mengusulkan Pemprov DKI bisa memanfaatkan beberapa sarana Rusunawa yang masih kosong, seperti di Manggarai dan Pulogebang sebagai sarana relokasi warga Plumpang.

“Praktik serupa pernah dilakukan, misal untuk relokasi eks warga sodetan Sungai Ciliwung. Jadi ini alternatif yang bisa dikerjakan,” jelasnya.

Tidak hanya dengan K/L serta Pemda. Menurut Toto, dukungan aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga diperlukan. Terutama, dari sisi pengawasan.

"Aspek pengawasan ke depan tentu bisa menggandeng aparat penegak hukum seperti Kejagung dan KPK," sebut Toto.

Mengenai perlunya dukungan, sebelumnya juga disampaikan Pertamina. Menurut BUMN tersebut, dalam penataan buffer zone, Pertamina membutuhkan dukungan sejumlah instansi.

Di antaranya, Kemen BUMN, Kementeria ESDM, Kementerian ATR/BPN, TNI/Polri, Jaksa Agung, KPK, dan Pemprov DKI.

Dukungan Kemen BUMN, misalnya, dibutuhkan terkait persetujuan dalam membangun buffer zone. Sedangkan dengan Kementerian ATR/BPN, guna memastikan status lahan dan lokasi yang akan dijadikan area penyangga sebagai ruang terbuka.

Begitu pula dengan TNI/Polri, dukungan dibutuhkan, dalam rangka cipta kondisi proses pengosongan lahan.

Sedangkan Kejagung/KPK untuk pendampingan dalam memberikan santunan/kerohiman kepada warga terdampak.

Dukungan Pemprov DKI dalam memimpin pengosongan lahan, misalnya, sesuai Perpres Nomor 62/2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional dan Perpu No. 22/2022 tentang Cipta Kerja.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler