Soal Polemik Radikalisme & Good Looking, Menag Blunder, PWNU Jatim Minta Hati-hati

Minggu, 06 September 2020 – 00:03 WIB
Menag Fachrul Razi (tengah). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Rois Syuriah PWNU Jawa Timur (Jatim) KH Anwar Iskandar meminta Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi hati-hati dalam membuat pernyataan.

Hal ini disampaikan Anwar Iskandar menanggapi ucapan Fachrul Razi soal radikalisme dan penceramah atau kelompok good looking.

BACA JUGA: Polemik Good Looking, Kuasa Hukum Habib Rizieq: Fachrul Razi Sebaiknya jadi Menteri Keuangan

“Terlalu menggeneralisasi itu, kan tidak semua orang yang good looking, memiliki kemampuan bahasa Arab dan kemampuan agama mesti radikal. Itu terlalu menggeneralisasi,” kata Anwar, Sabtu (5/9).

Anwar menilai jika pernyataan Fachrul Razi merupakan blunder. Karena menurutnya, di Indonesia terlampau banyak orang yang menguasai bahasa Arab, good looking, pengetahuan agama baik, serta mempunyai toleransi dan nasionalisme yang besar.

BACA JUGA: Pesta Gay di Apartemen Kuningan, Kok Pengelola Enggak Tahu? Begini Kata Polisi

Bila dilihat dari segi jumlah, jelas Anwar, jauh lebih banyak ketimbang kelompok radikalisme. Ia lantas meminta agar Menag harus bisa membedakan dengan jeli.

“Kalau radikal dalam artian bersungguh-sungguh dalam belajar, itu kan enggak ada masalah. Tetapi kalau kemudian radikal diartikan ingin merubah sistem negara, itu yang enggak kita setujui. Jadi radikal itu dilihat dari apa, perspektif agama, perspektif bahasa,” sambungnya.

Sehubungan dengan perkembangan radikalisme di lembaga pendidikan dan agama, menurut Anwar, perlu ada penelitian lebih lanjut dari lembaga survei yang kredibel.

Jangan sampai orang berbicara radikalisme tanpa ada data yang jelas. Anwar mencontohkan lembaga-lembaga pendidikan pondok pesantren, khususnya NU.

“Namanya pendidikan pondok pesantren itu ya, pondok pesantren NU khususnya, itu kan lembaga pendidikan juga. Lembaga mandiri yang tidak dibiayai oleh negara, tapi output dari pendidikan itu 24 karat nasionalisme, bukan radikalisme, toleransi mereka. Jadi tidak semua masjid dan tidak semua sekolahan,” tuturnya.

Anwar juga menyinggung mengenai reshuffle kabinet, sehubungan dengan telah banyak pihak yang selama ini sudah memperingati Menag Fachrul Razi.

Menurutnya, kalau memang Presiden Jokowi mendengarkan pandangan dari orang yang membuat kinerja kurang baik, maka hak Presiden untuk mereshuffle.

“Jadi persoalannya, presidennya bagaimana, dengar apa enggak. Ya kalau memang Presiden mendengar aspirasi yang demikian besarnya, ya semestinya itu dijadikan acuan dan dasar untuk meninjau kembali (kinerja Menag). Mumpung ya, mumpung masyarakat dan umat Islam masih cukup percaya terhadap Presiden, masak gara-gara kementerian saja kemudian kepercayaan masyarakat dan umat Islam kepada Presiden ini tidak ada,” katanya.

“Katanya mau dengar, dulu kan janjinya Presiden mau dengar, mau dengar nasihat ulama, kan gitu dulu. Sekarang sudah banyak ulama yang ngomong, bahkan akademisi, partai politik, lembaga-lembaga survei, itu bukan dalam arti mendesak Presiden, bukan. Aspirasi rakyat kan biasa. Jangan kemudian aspirasi rakyat dianggap mendesak, enggak boleh begitu, Presiden enggak boleh begitu. Presiden itu kan abdi dari rakyatnya, ulama adalah sebagian dari rakyat,” tutup Anwar. (rhs/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler