Soal Presidential Threshold, Fahri: Rakyat Jangan Dibatasi

Jumat, 22 Juni 2018 – 22:32 WIB
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah berdialog dengan Presiden Joko Widodo saat momen buka puasa di rumah dinas Ketua DPR Bambang Soesatyo, kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, Senin malam (28/5/2018). Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khususnya yang mengatur syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) kembali diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Faisal Basri dan kawan-kawan.

Menanggapi upaya tersebut, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah saat dihubungi wartawan, Jumat (22/6), mengungkapkan dukungannya kepada Faisal Basri dan kawan-kawan yang mengajukan Judical Review (JR) terdahap Presidential Threshold (PT) 20 persen.

BACA JUGA: Bisa Saja PG Ikut Usung JK – AHY, Batal Dukung Jokowi

Fahri beralasan karena jika PT 20 persen tersebut diberlakukan, maka sejumlah kemungkinan yang akan muncul dalam Pilpres 2019 mendatang. Di antaranya menghadapi kotak kosong, hingga menonton calon yang didesain oleh penguasa dan para cukong.

“Masa, mau pilih pemimpin dibatasi 20% treshold. Dan, mau cari yang bagus harus didukung konglomerat dan berkuasa. Akhirnya kemungkinan kita akan menonton calon yang didesain oleh penguasa dan para cukong?” sebut politisi dari PKS itu.

BACA JUGA: Jokowi Berpotensi tak Bisa Maju sebagai Capres

Karena itu, Fahri mendukung langkah yang dilakukan oleh Faisal Basri dan kawan-kawan melakukan JR atas UU yang akan membatasi hak rakyat untuk memilih pemimpin dari alternatif yang bisa disajikan oleh parpol.

“Semoga sukses (upaya Faisal Basri dkk). Jika nanti Pilpres bisa diikuti oleh banyak kandidat, semoga bisa lahir pemimpin sejati,” ucapnya.

BACA JUGA: Demokrat Pengin Usung JK – AHY, PAN Tunggu Golkar

Sebelumnya, sebanyak 12 tokoh mengirimkan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penolakan syarat ambang batas presiden atau presidential threshold. Pemohon merasa syarat tersebut telah mendegradasi kadar pemilihan langsung oleh rakyat yang telah ditegaskan dalam UUD 1945.

Permohonan ini telah diajukan oleh 12 tokoh mulai dari bekas menteri hingga sutradara film, seperti M. Busyro Muqoddas (bekasKetua KPK dan Ketua KY), M. Chatib Basri (bekas Menteri Keuangan), Faisal Basri (Akademisi), Hadar N Gumay (bekas Pimpinan KPU), Bambang Widjojanto (bekas komisione KPK), Rocky Gerung (Akademisi).

Kemudian Robertus Robet (Akademisi), Feri Amsari (Direktur Pusako Universitas Andalas), Angga Dwimas Sasongko (Sutradara Film), Dahnil Anzar Simanjuntak (Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah), Titi Anggraini (Direktur Perludem), dan Hasan Yahya (Profesional).

Selain 12 tokoh tersebut, juga terdapat tiga tokoh ahli yang mendukung permohonan ini yaitu Refly Harun, Zainal Airifin Mochtar, dan Bivitri Susanti. Para pemohon meminta MK untuk segera memutuskan permohonan mereka sebelum masa pendaftaran capres yang akan berakhir pada 10 Agustus 2018.

Meskipun pasal 222 nomor 7 tahun 2017 tersebut telah diuji sebelumnya, namun kali ini para pemohon berharap dapat diajukan kembali ke MK. Karena menurut para pemohon, hal ini merupakan perjuangan konstitusioanl untuk mengembalikan daulat rakyat dan mengembalikan kebebasan rakyat untuk secara leluasa memilih pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Prabowo Galang Dana, Konon demi Perjuangkan Rakyat


Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler