Soal Restrukturisasi Pertamina, Prof Payaman: Tidak Wajib Libatkan Karyawan

Kamis, 30 Juli 2020 – 18:14 WIB
Pertamina. Foto Instagram

jpnn.com, JAKARTA - Restrukturisasi di tubuh Pertamina, termasuk rencana initial public offering (IPO) subholding Pertamina, tidak wajib melibatkan karyawan, termasuk Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).

Hal ini disampaikan oleh pakar hukum ketenagakerjaan Universitas Krisnadwipayana Profesor Payaman Simanjuntak.

BACA JUGA: IPO Subholding Bakal Untungkan Pertamina

“Tidak wajib. Itu adalah hak prerogatif manajemen atau pemilik,” ujar Payaman, Kamis (30/7).

Payaman menambahkan, bahwa yang dimaksud pemilik adalah negara. Begitu pula ketika Pertamina membentuk subholding dan berencana melakukan IPO, juga dalam kapasitas sebagai manajemen.

BACA JUGA: Profesor Yusril Bicara Soal Subholding Pertamina

Dengan begitu, imbuh Payaman, memang tidak satu pun aturan yang dilanggar restrukturisasi hingga rencana IPO subholding. Termasuk aturan mengenai hubungan industrial.

“Tidak satu pun perundangan Negara Republik Indonesia yang dilanggar. Baik UU Ketenagakerjaan, UU BUMN, maupun UU PT. Dan pengadilan harus tahu diri bahwa tidak ada pelanggaran tersebut,” jelas Payaman.

BACA JUGA: Ali Nasir Bicara Soal Syarat Agar Subholding Pertamina tak Langgar Konstitusi

UU Ketenagakerjaan misalnya, hanya mengatur mengenai peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, kondisi perusahaan, perubahan, jam kerja, dan hak cuti. Tidak satupun pasal yang menyebut bahwa perusahaan wajib berbicara dengan karyawan terkait restrukturisasi.

Hubungan antara Kementerian BUMN, Pertamina, dan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), lanjut Payaman, mengikuti hubungan yang biasa berlaku di berbagai perusahaan pada umumnya.

Selama ini ketika hendak go public, misalnya, perusahaan manapun juga tidak harus mendapat izin dari serikat pekerja.

“Semua perusahaan dan dunia bisnis mengikuti aturan ini, bahwa tidak perlu minta izin karyawan. Misal untuk penanaman modal, joint venture, perusahaan terbuka, go public, itu semua kebijakan perusahaan.

Jika ada karyawan yang tidak setuju dengan restrukturisasi perusahaan, menurut Payaman, Pertamina bisa memberikan dua pilihan.

Yakni, apakah akan ikut kebijakan mengenai restukturisasi atau tidak. Jika bersedia, maka harus ikut kebijakan tersebut.

“Jika tidak, karyawan harus mundur. Dan dalam hal ini Pertamina akan memberi pesangon. Tetapi dalam kasus ini, sesuai UU Ketenagaakerjaan, Pertamina hanya memberi satu kali peraturan,” pungkas Payaman.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler