JPNN.com

Soal Tuntutan THR & Status Mitra Platform Online, Modantara Singgung PHK Massal

Jumat, 28 Februari 2025 – 18:43 WIB
Soal Tuntutan THR & Status Mitra Platform Online, Modantara Singgung PHK Massal - JPNN.com
Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) menganggapi permintaan para driver ojek online (Ojol) terkait Bantuan Hari Raya (BHR). Foto: ANTARA/M RISYAL HIDAYAT

jpnn.com, JAKARTA - Polemik mengenai tuntutan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi mitra platform online, seperti pengemudi ojek online (ojol) dan kurir terus menjadi perbincangan.

Tuntutan itu memicu perdebatan antara serikat pekerja, pemerintah, dan pelaku industri, terutama terkait status mitra platform digital yang berbeda dari pekerja formal. 

BACA JUGA: Ramadan Sebentar Lagi, Banyak Pengemudi Ojol Menolak Ikut Aksi

Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendesak pemerintah mewajibkan pemberian THR dalam bentuk tunai.

Namun, banyak pihak memperingatkan bahwa kebijakan ini berpotensi membebani perusahaan dan menghambat pertumbuhan industri.

BACA JUGA: Tidak Semua Driver Ojol Ikut Ajakan Demo soal THR, Alasannya Manusiawi

“Jika biaya tambahan seperti THR diwajibkan, perusahaan mungkin akan menaikkan tarif layanan, mengurangi insentif, atau bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja massal,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara), Agung Yudha dalam keterangannya, Jumat (28/2).

Dia mengatakan ekonomi gig memungkinkan individu bekerja secara fleksibel melalui platform digital. Hal itu telah menjadi tulang punggung bagi jutaan pekerja di Indonesia. 

BACA JUGA: Jangan Tolak PPPK Paruh Waktu, Gaji dan Tunjangan Hampir Setara, Ada THR

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 84,2 juta pekerja informal di Indonesia, dengan 41,6 juta di antaranya ialah pekerja gig.

Sekitar 1,8 juta pekerja gig bergantung pada layanan ride-hailing seperti ojek dan taksi online. 

"Fleksibilitas menjadi daya tarik utama model kerja ini, memungkinkan pekerja menyeimbangkan pekerjaan dengan komitmen lain seperti pendidikan atau pengasuhan anak," ucapnya.

Namun, tuntutan THR bagi mitra platform online memunculkan tantangan baru. Agung lantas balik mengingatkan kebijakan yang tidak berimbang bisa berdampak serius pada industri. 

Apalagi, pelaku industri on-demand telah menjalankan berbagai inisiatif untuk mendukung mitra, seperti bantuan modal usaha, beasiswa pendidikan, dan paket bahan pokok.

Pemberlakuan kebijakan baru terkait Bantuan Hari Raya (BHR) berpotensi memaksa perusahaan melakukan penyesuaian bisnis, yang dapat mengurangi program kesejahteraan jangka panjang. 

“Kami khawatir kebijakan ini justru mengurangi manfaat yang selama ini dinikmati oleh mitra,” tegasnya.

Sementara itu, ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menekankan pentingnya solusi win-win.

Hal itu dikarenakan, industri transportasi online berkembang pesat karena fleksibilitasnya. 

"Jika dipaksa menerapkan model bisnis konvensional, pertumbuhan industri bisa terhambat. Solusinya harus adil bagi semua pihak, tanpa mengorbankan keberlanjutan sektor ini,” ujarnya.

Dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu, beban finansial tambahan bagi perusahaan dapat berdampak negatif, seperti kenaikan tarif, pemotongan insentif, atau pemutusan kemitraan.

Oleh karena itu, pemerintah perlu berhati-hati dalam menetapkan regulasi terkait THR agar tetap menjaga keseimbangan antara fleksibilitas kerja dan perlindungan bagi pekerja.

Polemik THR bagi mitra platform online mencerminkan kompleksitas ekonomi gig yang terus berkembang.

Kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan mitra platform menjadi kunci untuk menciptakan solusi yang adil dan berkelanjutan, tanpa mengorbankan fleksibilitas yang menjadi ciri khas industri ini. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polemik THR untuk Mitra Aplikator Jadi Ancaman Industri Digital


Redaktur : M. Rasyid Ridha
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler