jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan berbagai pemegang kebijakan kembali mengangkat isu masa depan orang utan Tapanuli pada ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara.
Isu tersebut menjadi pembahasan pada sebuah ruang diskusi publik yang digelar pada pekan lalu.
BACA JUGA: Begini Jadinya Bila Pakar Tanaman Bakau Berbicara soal Orang Utan
Namun, acara yang mustinya berfokus pada penyesuaian kesepahaman untuk menjaga kelestarian ekosistem Batang Toru berubah menjadi heboh dan viral ketika seorang oknum berusaha mengganggu acara diskusi sebelum acara dimulai dengan cara-cara yang tidak demokratis.
Pria yang tidak diketahui identitasnya tersebut, berulang kali berteriak agar acara tidak jadi dimulai.
Alsannya, tidak sepantasnya acara tersebut diadakan walaupun pihak panitia yaitu perwakilan Satya Bumi dan SIEJ (The Society of Indonesian Environmental Journalists) sudah menjelaskan bahwa mereka sudah berusaha melibatkan berbagai pemegang kebijakan.
BACA JUGA: Guru Besar IPB Peringatkan Kerja Peneliti Asing soal Orang Utan, NKRI Harus Dijaga!
Termasuk mengundang perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Namun tak digubris, baru sesudah salah satu anggota panitia berusaha melerai dan mengajak sang oknum tersebut untuk berdiskusi di ruangan lain, sang oknum berhenti mengganggu dan acara berlangsung sampai selesai dengan lancar sesuai rencana.
Gangguan yang coba dilakukan oleh sang oknum tentunya bertentangan dengan kemerdekaan berpendapat yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
BACA JUGA: Para Ilmuwan Indonesia Kecam Peneliti Asing Penyebar Informasi Tak Valid soal Orang Utan
Sesuai dengan pasal 28 UUD 1945, negara menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.
"Apa yang terjadi, sungguhlah sangat disayangkan dan sudah sepatutnya pihak penyelenggara melaporkan hal ini ke pihak yang berwajib, agar dapat diproses dan diusut siapa pihak yang bertanggung jawab atas insiden ini, motifnya apa, serta mencegah kejadian serupa terjadi lagi di kemudian hari,” ucap seorang pengamat hukum Sary Latief S.H.
Polemik Orang Utan Tapanuli dan ekosistem Batang Toru yang berlangsung sejak 5 tahun lalu, telah menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak baik dari tatanan pemegang kebijakan nasional maupun internasional.
Kehadiran tambang emas Martabe, perkebunan kelapa sawit dan PLTA Batang Toru dikhawatirkan akan dapat membuat punah orang utan Tapanuli yang hanya berjumlah 700 individu.
Walaupun menurut Dr. Wanda Kuswanda, satu-satunya Doktor dengan disertasi mengenai orang utan Tapanuli dari Universitas Sumatera Utara (USU) menyebut bahwa populasi orang utan Tapanuli sebagai spesies yang terancam punah masih dapat meningkat, dengan mitigasi yang tepat dalam menangani konflik antara manusia dan orang utan.
Namun sayangnya, Dr. Wanda tidak dilibatkan pada diskusi publik mengenai Orang Utan Tapanuli maupun pada saat kolaborasi penulisan investigasi oleh beberapa jurnalis dari media ternama pada tahun lalu.
Sepertinya banyak pihak yang “terluka” dengan terjadinya insiden gangguan oleh seorang oknum pada saat diskusi publik tersebut, walaupun acara masih bisa diselamatkan dan berjalan sampai akhir serta mencapai tujuan acara.
Pertanyaannya, siapakah yang paling memiliki keuntungan dengan adanya insiden tersebut? Motifnya apa? Entahlah, yang jelas, kegaduhan dan viralnya insiden tersebut sudah sepatutnya diusut pihak berwajib.(ray/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean