Soekarno Sebagai Patron Seni Jadi Topik Kuliah di Australia

Kamis, 26 Agustus 2021 – 23:47 WIB
Kaprodi S-1 Tata Kelola Seni FSR ISI Yogyakarta Dr. Mikke Susanto diundang untuk memberi kuliah di Asia Institute, The Faculty Arts, Melbourne University Australia pada 1 September 2021 dengan topik Soekarno Sebagai Patron Seni. Foto: Dok. Mike Susanto

jpnn.com, JAKARTA - Pada 1 September 2021, salah satu dosen yang juga menjabat sebagai Kaprodi S-1 Tata Kelola Seni FSR ISI Yogyakarta, Dr. Mikke Susanto diundang untuk memberi kuliah di Asia Institute, The Faculty Arts, Melbourne University Australia.

Dalam rilisnya yang diterima Kamis (25/8), Kaprodi S-1 Tata Kelola Seni FSR ISI Yogyakarta ini mengatakan undangan ini diinisiasi oleh Dr. Edwin Jurriens yang menjadi pengajar mata kuliah "Creative Industries in Indonesia" (Kode matakuliah INDO30002).

BACA JUGA: Bea Cukai Soekarno-Hatta Fasilitasi Impor Vaksin Pfizer

Ceramah ini secara khusus ditujukan untuk mahasiswa mata kuliah tersebut guna melihat perkembangan industri kreatif melalui kasus yang terjadi di Indonesia.

Mikke Susanto yang juga pengurus perhimpunan penulis Satupena ini mengatakan dalam kuliah terbatas untuk mahasiswa strata sarjana (undergraduate) dari 2 prodi ini dibahas mengenai hubungan Presiden Soekarno, sejarah sosial dan industri kreatif.

BACA JUGA: Bea Cukai Soekarno-Hatta Optimalkan Layanan untuk Fasilitasi Hibah dari New York

Banyak hal yang menarik untuk dikaji meskipun topiknya sangat khusus dan terpusat pada sosok presiden pertama Indonesia.

Materi tersebut mulai dari siapa Soekarno, koleksi-koleksinya, efek terhadap seni di masyarakat, hingga pengembangan ide pasca-koleksi. Sampai-sampai kreativitas publik pun jadi perhatian dalam materi yang disajikan oleh Mikke Susanto.

BACA JUGA: Pendaftaran Vaksinasi Per Keluarga dan Vaksinasi di Sekolah Sedang Dipertimbangkan di Australia

Kuliah akan disajikan dalam dwi bahasa ini juga membahas sejauh mana Soekarno sebagai patron seni.

Kehadirannya sebagai kolektor patron menjadi contoh hingga melahirkan berbagai catatan menarik. Selain sebagai politikus, pejuang, penulis, dan presiden, Soekarno selalu berpikir estetik.

Baginya seni bukan semata seni. Seni dan karya seni mampu membuka pikirannya yang lapang. Seni dan karya seni sebagai katarsis sekaligus alat perjuangan.

Oleh karena itu, Soekarno tak pernah sekalipun meninggalkan sesuatu yang kreatif hingga akhir hayatnya.

Mikke menilai kerja sama kedua kampus ini sangat penting untuk para mahasiswa. Kedua kampus yang berada dalam bidang seni humaniora ini perlu saling terus memberikan sumbangan baik bagi riset dan pemecahan masalah di dunia.

Dr. Mikke Susanto. Foto: Dokpri

Menurut Mikke, dunia industri kreatif yang berkembang makin cepat di sebuah negara adalah kasus yang sangat menarik untuk ditelaah dengan perspektif berbeda misalkan melalui pendekatan berbeda antar negara.

“Kuliah ini dapat menjadi contoh kerja sama antarlembaga pendidikan antarnegara di masa kini dan masa depan.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler