Solar Hijau, Bahan Bakar Alternatif Buatan Dr Hafnan setelah Penelitian Enam Tahun (2-Habis)

Harus Berkali-kali Tes, Sekali Tes Rp 200 Juta

Selasa, 16 Desember 2008 – 08:15 WIB

Ada yang sangat yakin, solar hijau bisa menjadi bahan bakar alternatif yang lebih memiliki nilai ekonomisTapi, ada juga yang masih meragukan.  Enam tahun melakukan penelitian, bagi Dr Ir M

BACA JUGA: Solar Hijau, Bahan Bakar Alternatif Buatan Dr Hafnan setelah Penelitian Enam Tahun (1)

Hafnan MEng bukanlah waktu lama
”Di Jepang, orang yang menemukan karburator mesin mini, butuh waktu meneliti hingga 20 tahun,” kata pria 48 tahun yang sempat tinggal di Jepang bersama keluarga selama 10 tahun ini

BACA JUGA: Dana Ratusan Juta Menguap, Perorangan Korban Investasi Pertanyakan Nasib



”Karena itu, kalau saya meneliti hanya enam tahun, itu tidak ada apa-apanya,” ujar bapak tiga anak yang mendalami combustion engine (motor bakar) di Ritsumeikan University Kyoto, Jepang itu


Bagi Hafnan, yang menjadi kendala dalam melakukan penelitian bukanlah soal waktu, tapi lebih pada soal dana

BACA JUGA: Andi Mappaganti, Jakarta Awal-Akhri Karir Birokrasi

Itu karena sebelum akhirnya menemukan formula solar hijau, Hafnan harus melakukan beberapa kali tes”Untuk diuji di laboratorium, biayanya mahal,” katanyaHafnan lantas mencontohkan, untuk menguji performance formulanya di PLN selama satu bulan, butuh anggaran antara Rp 100 juta – Rp 200 juta”Itu baru satu kali tesPadahal, temuan saya harus berkali-kali dites,” lanjutnyaBeruntung, beberapa pihak bersedia mendanai penelitian Hafnan”Di antara yang membantu saya adalah Pak Slamet Wahyudi dari Gresik,” tuturnya

Selain terbentur soal anggaran, mencari objek yang mau menjadi ajang uji coba juga tidak mudah”Rata-rata mereka beralasan takut mesinnya rusak kalau dijadikan uji coba,” ujarnya.
 
Setelah mencari ke sejumlah daerah, Hafnan akhirnya berhasil menemukan tempat untuk menguji solar hijauYakni, di mesin diesel milik PLTD (Pusat Listrik Tenaga Diesel) Sungai Kupang, di Kecamatan Kelumpang Hulu, Kabupaten Kota Baru, Kalimantan SelatanUji coba tersebut dilaksanakan pada Februari 2006Spesifikasi mesin yang dijadikan alat uji coba saat itu adalah Diesel Engine Deutz BF8 (1996), 8 cylinder V Engine, 280 kVA, 1.500 rpm

Hafnan lantas menunjukkan selembar kertas yang diteken Kepala Kantor Pembangkit PLTD Sungai Kupang, yang berisi penjelasan hasil uji coba solar hijauHasilnya menyebutkan antara lain, emisi gas buang menjadi bersihSelain itu, tidak terjadi gangguan kinerja maupun kerusakan mesin, dan tidak terjadi pemborosan bahan bakar

Dari hasil uji coba di PLTD tersebut, Hafnan yakin, jika mau menggunakan solar hijau untuk bahan bakar mesin pembangkit listriknya, PLN akan bisa menghemat anggaran pembelian solarDia lantas memberi gambaran, dari data yang dia peroleh, kebutuhan solar untuk mesin pembangkit listrik PLN se-Indonesia sekitar 40 juta liter per hari”Dengan menggunakan solar hijau, akan bisa menghemat solar 4 juta liter per hari,” katanya, yakin.

John SKaramoy, praktisi perminyakan tanah air, ketika mendengarkan paparan Hafnan soal solar hijau di Kantor Ditjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Departemen ESDM Jumat pekan lalu, menyatakan ketertarikannya”Apa yang dipaparkan Hafnan sangat masuk akalBagi saya, ini sebuah karya yang butuh pengakuan dari instansi yang berwenang untuk dikembangkan lebih lanjut penerapannya,” kata John yang mantan President Director PT Medco Energy International itu

Hafnan berharap, melalui Dirjen Migas, solar hijau bisa mendapatkan spesifikasi khusus sebagai bahan bakar yang bisa dijual di pasaranTapi, untuk menuju ke sana, menurut Dirjen Migas Dr Ing Evita HLegowo, harus melewati beberapa tahapan

Sebagai tahap awal, bisa saja spesifikasi khusus itu diberikan, asal lebih dulu melewati tahap uji lain serta pemakaian terbatasMisalnya, solar hijau itu digunakan di lingkungan industri tertentu, dengan catatan, pihak pemakai lebih dulu memberikan pernyataan bahwa mereka tidak keberatan menggunakan solar hijau dan siap dengan risiko yang terjadi

Kepada Jawa Pos Jumat lalu (12/12) Evita mengatakan, pihaknya melalui Direktorat Hilir Migas hingga kini masih mempelajari temuan yang dipresentasikan Tim Solar Hijau tersebut.
Dia menambahkan, hingga kini pihaknya belum bisa menilai apakah teknologi solar hijau memang feasible dan layak dikembangkan secara komersial’’Masih dipelajari mendalam, tapi belum ada laporan akhirnya,’’ ujarnya

Di bagian lain, formula solar hijau karya Hafnan itu juga ditanggapi beberapa ahli kimiaSalah satunya, Lisminto, ketua DPP Aprobi (Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia)”Yang perlu diperhatikan di sini adalah air itu bukan sumber energiJadi, jangan sekali-kali menganggap air bisa menggantikan fungsi bahan bakar,” kata alumni Teknik Kimia ITB angkatan 1977 itu

Lisminto mengaku sudah bertemu Hafnan dan berdiskusi panjang lebar seputar solar hijau”Terus terang, saya masih ragu dengan temuan Pak Hafnan,” kata peraih ASEAN engineering award iniSolar hijau temuan Hafnan, lanjutnya, tidak bisa dimanfaatkan pada kondisi mesin diesel yang pembakarannya ideal”Solar hijau baru bisa digunakan jika pembakaran mesin tidak ideal,” tambahnya

Lisminto lantas menerangkan, pada pembakaran ideal, dihasilkan CO2 + H2O”Pada kondisi ini, penambahan air (H2O) tidak akan berguna,” katanya

Pada kondisi pembakaran tidak ideal, selain menghasilkan CO2 + H2O, juga menghasilkan CO + C”Pada kondisi seperti inilah, penambahan air dan zat aditif bisa berguna,” ujarnyaYakni, menyempurnakan pembakaran”Penambahan air bisa mengubah CO + C menjadi CO2,” lanjutnya”Ini yang saya maksud, solar hijau hanya bisa digunakan untuk mesin yang sistem pembakarannya tidak ideal,” tandasnya

Meski demikian, Lisminto mengaku sangat respek dengan hasil penelitian Hafnan”Saya menghargai penelitiannya,” lanjutnya.

Merespons pendapat Lisminto, Hafnan mengatakan, perlu didiskusikan kembali tentang definisi pembakaran ideal”Pembakaran ideal yang menghasilkan CO2 dan H2O seperti yang disampaikan Pak Lisminto, dalam kenyataannya sangat sulit ditemui pada mesin-mesin dewasa ini, meski kondisi mesinnya masih baru sekali punKarena itu, hanya ada pada tataran teoretis,” terangnyaItu terjadi karena sangat terkait dengan mutu bahan bakar

Pembakaran ideal, kata Hafnan, bahan bakarnya harus mengandung O2 (oksigen) yang cukup”Padalah, bahan bakar yang ada sekarang, hampir tak ada yang mengandung O2, tapi memang mudah mengikat O2,” katanya

Dari sinilah, solar hijau bisa dimanfaatkan”Temuan saya ini prinsipnya adalah men-treatment bahan bakar,” katanya

Meski demikian, Hafnan tetap menghargai pendapat Lisminto”Saya siap mempresentasikan solar hijau di depan para ahli agar saya bisa menerima masukan sebanyak-banyaknya,” kata dosen combustion engine (pembakaran mesin) di Universitas Trisakti itu

Hafnan memang sangat terbuka kepada siapa saja yang ingin tahu lebih banyak soal solar hijau temuannyaTermasuk, dia juga siap berdiskusi dengan pihak-pihak yang meragukan temuannya”Nawaitu (niat) saya adalah mencari bahan bakar alternatif yang lebih memiliki nilai ekonomis dan lebih ramah lingkungan,” lanjutnya(ditambahkan owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengunjungi Rumah Cepat Korban Tsunami Bantuan Pembaca Jawa Pos


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler