Solusi Jalan Tengah, Mal Centre Point Jangan Dirobohkan

Rabu, 29 April 2015 – 07:32 WIB
Centre Point. Foto: Sumut Pos/dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Hingga saat ini belum jelas apa langkah yang akan diambil PT Kereta Api Indonesia (KAI) setelah menang di tingkat Peninjauan Kembali (PK) atas lahan di Jalan Jawa, Medan, yang di atasnya kini berdiri bangunan Centre Point milik PT Arga Citra Kharisma (PT ACK).

Namun, setidaknya ada dua kemungkinan yang mencuat. Pertama, bangunan itu dirobohkan. Kedua, pengelolaan kawasan Centre Point dikerjasamakan antara ACK dengan KAI. Nah, kini muncul alternatif lain, yakni ACK statusnya menyewa saja lahan aset milik perusahaan plat merah itu.

BACA JUGA: Jono Mati, Sasa Stroke, Ada Idi tapi Merasa tak Cocok

Nasril Bahar, anggota Komisi VI DPR yang membidangi BUMN, mendorong agar bangunan Centre Point itu jangan dirobohkan karena menyangkut investasi pihak swasta. Baginya, yang terpenting saat ini status lahan sudah jelas, yakni kembali menjadi milik KAI, setelah keluar putusan PK.

"Saya berharap PT KAI bijak. Yang penting lahan sudah milik KAI. Yang penting negara tidak dirugikan. Investasi harus tetap jalan. Bisa saja dikerjasamakan dengan sistem sewa lahan itu oleh ACK. Atau bisa juga dikerjasamakan operasionalnya dengan membentuk perusahaan baru (yang dibentuk KAI dan ACK, red)," ujar Nasril Bahar kepada JPNN, kemarin (28/4).

BACA JUGA: Seorang Ibu Muda dan Dua Tetanganya Terbakar Saat Isi Bensin Sepeda Motor

Menurut Nasril, penyelesaian masalah harus win-win solution. Pasalnya, menurut dia, jika dicari siapa yang salah, kedua belah pihak juga punya kesalahan. Kesalahan ACK sudah jelas, yakni seenaknya saja mencaplok lahan milik KAI dan nekat mendirikan bangunan megah meski belum mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). "Sangat disayangkan seorang pengusaha berinvestasi dengan mencaplok lahan aset negara," kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Namun di sisi lain, lanjutnya, KAI juga salah. Menurutnya, jika sejak awal KAI pintar menjaga aset-asetnya, maka tidak mungkin kasus pencaplokan lahan bisa berlarut hingga tingkat PK seperti ini.

BACA JUGA: Suami Muda Dilarang Masuk, Tujuh Mahasiswi Ini Babak Belur Dihajar Ibu Kos

"Dan lahan KAI yang dicaplok masyarakat atau pun pengusaha itu banyak sekali, tersebar di seluruh Indonesia, tak hanya di Medan. Ini terjadi karena ada awalnya semacam pembiaran-pembiaran dan baru mengambil langkah hukum belakangan, ketika sudah ada bangunan megah," beber Nasril, yang sudah dua periode duduk di komisi yang membidangi masalah industri, perdagangan, dan BUMN itu.

Karena itu, dia mengingatkan KAI agar mengambil langkah-langkah bijak pascaterbitnya putusan PK. "Sekali lagi, yang penting sekarang sudah jelas lahan itu milik KAI," ujarnya lagi.

Dia juga mengingatkan Pemko Medan agar tidak ngotot mengeluarkan IMB untuk Centre Point. "Janganlah Pemko tabrak-tabrak aturan. Status lahan sudah jelas. Jangan Pemko membuat langkah yang salah. Memang lahan milik siapa, kok mau dikeluarkan IMB?" kata Nasril.

Terkait rencana langkah KAI, sebelumnya Vice President Corporate Communication PT KAI Agus Komarudin mengatakan pihaknya harus menunggu dulu keluarnya salinan putusan PK.

"Bagaimana bunyi amar putusannya. Kalau sudah tahu, barulah kita bisa menentukan langkah selanjutnya," ujar Agus Komarudin saat dihubungi JPNN, 24 April 2015.

Namun diakui, di internal KAI sudah melakukan pembicaraan awal. Intinya, langkah yang akan dilakukan KAI harus cermat, tidak gegabah. Pasalnya, faktanya saat ini di atas lahan dimaksud sudah berdiri bangunan megah.

Opsi yang paling moderat, dilakukan pola kerjasama KAI dengan ACK dalam pengelolaan Centre Point.

Sedang Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin, tidak setuju jika pengelolaan Centre Point dikerjasamakan KAI dengan ACK. Alasannya, kor bisnis KAI adalah urusan bisnis perkerataapian. "Tidak nyambung kalau ngurusi bisnis mal," kata Iwan. (sam/gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wow! Nelayan Tangkap Ikan Seberat 1 Ton, Bentuknya Aneh


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler