jpnn.com, JAKARTA - Ketua Bidang Media dan Propaganda (Medpro) Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) Ariyansah NK menyoroti beberapa kontrak tambang batu bara yang akan habis pada akhir 2021 dan awal tahun 2022.
Menurut Ariyansah, perusahaan-perusahaan yang akan habis masa kontraknya memiliki konsesi yang sangat luas. Terdekat yang akan habis adalah kontrak PT KPC yang beroperasi di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Yakni tanggal 31 Desember nanti.
BACA JUGA: Perusahaan Tambang China Makin Gencar Masuk Indonesia, Kita Dapat Apa?
“Ini salah satu tambang batu bara terbesar di Indonesia," ujar Ariyansah dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/12/2021).
Menurut Ariyansah, perusahaan tersebut saat ini telah mengajukan izin perpanjangan ke Kementerian ESDM agar tetap beroperasi di kabupaten itu.
BACA JUGA: Soal Revisi UU Migas, DPP GMNI: Investasi Jangan Sampai Korbankan Kedaulatan Bangsa
Namun, kata Ariyansah, ada hal besar yang harus dipertimbangkan matang-matang karena menyangkut nama baik Indonesia di mata dunia.
Ariyansah menjelaskan Indonesia menjadi bagian dari Perjanjian Paris. Kemudian menjadi presidensi G20, yang juga menjadi tuan rumah KTT G20 2022 di Bali.
BACA JUGA: HUT GMNI, Jokowi Singgung Watak Follower
Perjanjian Paris, kata dia, bicara perlawanan terhadap energi kotor batu bara dan pemanasan global akibat konsumsi batu bara.
“G20, salah satunya bicara perubahan iklim. Termasuk di dalamnya transisi energi menuju energi terbarukan. Itu perlawanan terhadap industri kotor baru bara," kata Ariyansah.
Ariyansah yang juga pengurus DPP GMNI asal Kalimantan Timur itu mengatakan Presiden Joko Widodo juga telah menegaskan bahwa transisi energi menuju energi terbarukan akan menjadi salah satu pembahasan utama pada KTT G20 di Bali tahun depan.
Atas beberapa hal tersebut, Indonesia harus memiliki komitmen dalam upaya mewujudkan lingkungan yang bersih, mengurangi emisi karbon, pembangunan berkelanjutan dan energi ramah lingkungan.
Oleh karena itu, perpanjangan kontrak tambang perusahaan-perusahaan batu bara, tampaknya perlu dipertimbangkan matang-matang. Jangan sampai, perpanjangan kontrak yang diberikan malah bertolak belakang dengan semangat komitmen tersebut.
"Apabila kontrak tambang diberikan atau diperpanjang, tentu hal itu bisa menjadi preseden buruk bagi Indonesia sebagai pemimpin G20 dan untuk Perjanjian Paris,” ujar dia.
Ariyansah berharap Menteri ESDM dapat mempertimbangana terkait kontrak bagi perusahaan tambang batu bara tersebut.
“Jangan sampai mengambil kebijakan yang justru membuat citra Indonesia buruk di mata dunia,” ujar ketua DPC GMNI Balikpapan 2016-2018 itu.
Dia mengatakan berakhirnya kontrak tambang batu bara beberapa perusahaan besar, yang memiliki konsesi puluhan ribu hektare di Indonesia menjadi ajang pertaruhan komitmen pemerintah dalam Perjanjian Paris dan hasil KTT G20 di Roma, Italia akhir Oktober lalu.
Menurut dia, komitmen Indonesia terhadap Paris Agreement dan hasil KTT G20, diuji. Dari sini, kita lihat seberapa besar komitmen pemerintah Indonesia untuk hasil KTT G20.
“Jika kontrak tambang diperpanjang, maka itu mencederai komitmen dan merusak citra Indonesia di mata dunia," ungkapnya.
Dia mengingatkan masalah kerusakan lingkungan juga harus menjadi pertimbangan menteri untuk tidak memperpanjang izin. Masalah kerusakan lingkungan, ini nyata bagi masyarakat Kutai Timur.
“Apa perlu mereka datang menyampaikan aspirasi terhadap kerusakan lingkungan itu langsung ke Istana Presiden atau menteri ESDM?" ujar mantan koordinator wilayah (korwil) Kalimantan Timur BEM Se-Kalimantan itu.
Diketahui, PT KPC merupakan anak perusahaan PT Bumi Resources Tbk yang beroperasi di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Perusahaan baru bara ini mengelola area konsesi pertambangan dengan luas mencapai 84.938 hektare.
Selain PT KPC, beberapa perusahaan tambang baru bara lainnya akan habis masa kontraknya. Di antaranya PT Multi Harapan Utama pada April 2022.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pushidrosal TNI AL Gelar Serbuan Vaksinasi Bagi 500 Pelajar SD
Redaktur & Reporter : Friederich