Soroti Pengisian Jabatan Hakim MK, Chandra Singgung Intervensi Penguasa

Sabtu, 30 September 2023 – 07:01 WIB
Ketua LBH Pelita Umat sekaligus Ketua Eksekutif BPH KSHUMI Chandra Purna Irawan. Foto: dokpri Chandra

jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan mengomentari terpilihnya Anggota DPR Fraksi PPP Arsul Sani sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan Wahiduddin Adams.

Dalam pendapat hukumnya, Chandra menyoroti mekanisme pengisian hakim konstitusi yang terkesan seperti jabatan politik.

BACA JUGA: Sidang Korupsi BTS: Uang Rp 40 Miliar untuk BPK Diserahkan di Parkiran, Hakim: Ya Allah

Menurut dia, hakim MK terkesan jabatan politik dapat terlihat pada konteks pengisiannya, di mana DPR dan Presiden dapat memilih atau mengajukan masing-masing sebanyak tiga orang hakim konstitusi.

"Mekanisme seperti ini ke depannya mesti diubah," kata Chandra dalam pendapat hukumnya, Jumat (29/9).

BACA JUGA: Dave Laksono Yakin Hakim MK Negarawan, Tidak Akan Akomodasi Kepentingan Pihak Tertentu

Dia menilai Mahkamah Agung (MA) dan MK harus diberi kewenangan untuk melakukan pemilihan/mengajukan nama-nama hakim konstitusi yang akan dilantik supaya tidak merusak wibawa Mahkamah Konstitusi.

"Dikhawatirkan, Mahkamah Konstitusi akan dianggap sebelah mata," ucap Chandra.

BACA JUGA: Masalah Batas Usia Cawapres Sederhana, Mengapa Hakim MK Mengulur-ulur, Mahfud MD Heran

Pihaknya mengatakan hukum merupakan unsur yang lemah jika dihadapkan dengan kekuasaan atau mekanisme politik. Oleh karena itu  Kekuasaan jangan terlalu vulgar menunjukkan intervensi kekuasaan kepada hukum.

"Intervensi kekuasaan yang bersinggungan dengan kepentingan penguasa pengaruh kekuasaan terhadap kekuasaan kehakiman berpotensi melahirkan berbagai putusan yang tidak mampu memberi rasa keadilan," tuturnya.

Selain itu, tindakan intervensi tersebut menurutnya dapat disebut ancaman kepada hakim MK. Inilah hakikat dari pernyataan Lord Acton, guru besar sejarah modern di Universitas Cambridge, Inggris, yang hidup di abad ke-19.

Chandra menyebut Lord Acton dengan adagium-nya yang terkenal mengatakan; "power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely" (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut)".

"Kekuasaan yang dominan tanpa pengawasan hukum yang efektif tentu akan menimbulkan kekuasaan yang otoriter. Oleh karena itu, intervensi kekuasaan terhadap hukum dan peradilan harus dihentikan," ujar Chandra.

Pihaknya juga mengingatkan bahwa sebelumnya hakim konstitusi tercoreng wibawanya setelah DPR RI 'memecat' hakim MK dan disetujui oleh presiden dengan dilantiknya pengganti.

"Kalau langkah ini dibenarkan, DPR berhak memecat hakim konstitusi kapan pun dia mau, nanti lembaga pengusul lainnya, misalnya, Presiden juga dikhawatirkan akan memecat hakim konstitusi. Ini tidak dapat dibiarkan," tutur Chandra.

Belum lagi, Chandra khawatir dengan mekanisme yang ada sekarang membuat hakim-hakim MK menjadi takut kepada DPR dan presiden.

"Menghadapi kondisi ini MK sepatutnya untuk memproteksi dirinya," ujar Chandra.(fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler