Sosialisasikan Empat Pilar, La Nyalla Tegaskan Agama Bukan Ancaman bagi Pancasila

Minggu, 28 Juni 2020 – 18:48 WIB
La Nyalla Mattalitti menjadi Ketua DPD RI periode 2019-2024. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, SURABAYA - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti turut menyoroti polemik Rancangan Undang-Undang  Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

Senator asal Jawa Timur itu menegaskan bahwa Pancasila bukan ancaman bagi agama, termasuk Islam.

BACA JUGA: La Nyalla Berharap Indonesia jadi Negeri Penghafal Alquran

Nyalla menyatakan itu saat menjadi pembicara Sosialisasi Empat Pilar MPR di hadapan sekitar 50 pengasuh pondok pesantren se-Jawa Timur di Surabaya, Minggu (28/6). Menurut dia, lima sila dalam Pancasila saling berurutan dan berkaitan sehingga
tidak bisa diperas lagi menjadi Trisila atau Ekasila.

“Pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran agama, termasuk Islam. Artinya Islam bukan ancaman bagi Pancasila. Justru komunisme dan kapitalisme ancaman sebenarnya bagi Pancasila,” kata Nyalla.

BACA JUGA: La Nyalla: Sayur Apa yang Tidak Bisa Ditanam di Indonesia?

Lebih lanjut Nyalla menjelaskan, sila pertama Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki arti bertuhan dan melaksanakan ajaran agama. Dalam Islam, katanya, bertuhan berarti menjalankan syariat Islam.

Nyalla menegaskan, syariat Islam paling fundamental adalah mendirikan salat dan berbuat amal kebajikan.

BACA JUGA: Akankah Jago PDIP di Pilkada 2020 Tenggelam Gara-gara RUU HIP?

“Nah, kalau seluruh anak bangsa ini menjalankan ajaran agamanya, dan kita sudah mencegah perbuatan keji dan mungkar, maka sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab akan terwujud. Apa artinya? Rakyat yang hidup di negeri ini memiliki moral, akhlak dan adab, serta sikap yang baik dan luhur,” tuturnya.

Ketua Pemuda Pancasila Jatim itu menambahkan, masyarakat Indonesia akan bersatu dengan saling menghargai perbedaan suku, agama, serta lainnya. Masyarakat Indonesia akan hidup dalam keberadaban dengan budi pekerti yang luhur.

Dalam kondisi itu, kata Nyala, terwujudlah sila ketiga Pancasila yang berbunyi Persatuan Indonesia. Menurutnya, persatuan yang terjadi muncul bukan atas paksaan atau tekanan, melainkan atas kesadaran diri.

“Lalu apa yang terjadi setelah orang-orang yang menjalankan agamanya, dan orang-orang beradab ini bersatu? Muncullah orang-orang yang bijaksana sebagai perwakilan untuk bermusyawarah dengan tujuan menemukan pemimpin bangsa ini. Itulah makna sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat dalam Permusyawaratan Perwakilan," ungkap mantan Ketua Umum Kadin Jatim itu.

Dia menyatakan bila keempat sila telah dilaksanakan, maka bangsa yang kaya dan besar ini akan dipimpin oleh pemimpin yang hikmat dalam mengabdi untuk bangsa dan negara.  Jika hal ini terwujud, kata dia, maka Indonesia akan menjadi baldatun thayyibatun warabbun ghafur yang merupakan cerminan sila kelima Pancasila tentang Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

La Nyalla menegaskan, kalimat Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengandung dua frasa penting. Yaitu kata keadilan sosial dan  seluruh rakyat.

“Orang miskin atau kurang beruntung harus mendapat keadilan dengan biaya kesehatan gratis, biaya pendidikan gratis, dan lainnya. Sementara yang mampu atau kaya, tidak boleh mendapatkan perlindungan negara semacam itu. Makanya dalam konstitusi kita disebutkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Itulah makna keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” paparnya.

Oleh karena itu Nyalla menganggap penolakan berbagai ormas keagamaan terutama MUI, NU dan Muhammadiyah terhadap RUU HIP merupakan hal wajar. Menurutnya, penolakan itu merupakan sikap dan pandangan Muslim di Indonesia yang menganggap Pancasila sudah final dan sama sekali tidak bertentangan dengan Islam.(boy/jpnn) 


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
RUU HIP   La Nyalla   Pancasila   Islam  

Terpopuler