SPB Tempat Ibadah Tak Perlu Dicabut

Bukan Solusi Penanganan Penusukan Jemaat HKBP

Kamis, 16 September 2010 – 03:41 WIB
Foto: JPNN.
JAKARTA - Wacana tentang pencabutan Surat Peraturan Bersama (SPB) Menag dan Mendagri soal pendirian tempat ibadah, dianggap bakal memunculkan masalah baruKetua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU), Slamet Effendy Yusuf menganggap, SPB dua menteri tersebut harus dipertahankan

BACA JUGA: Calon Kapolri Harus Teken Kontak Kinerja

Terutama dalam mencari solusi atas insiden penusukan terhadap pengurus jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Pondok Timur Indah, Mustika Jaya, Bekasi.

"SPB itu justru merupakan dasar hukum untuk menyelesaikan permasalahan," kata Slamet di Kantor PB NU, Jakarta, Rabu (15/9) kemarin.

SPB Menag dan Mendagri No 8/2006 dan No 9/2006 itu, selama ini menjadi dasar pendirian tempat ibadah
SPB tersebut merupakan hasil revisi atas Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri No 1/1969

BACA JUGA: KPK Ditantang untuk Berani Proses Miranda

Saat diterbitkan pada 2006, SPB itu ditolak oleh 42 anggota DPR, karena dianggap melanggar konstitusi dan hak asasi manusia (HAM).

Menurut Slamet, SPB tersebut merupakan keputusan yang dibuat semua organisasi agama di depan wakil pemerintah
Slamet tidak setuju atas usulan agar SPB tersebut tidak digunakan lagi sebagai rujukan pembangunan tempat ibadah

BACA JUGA: Kursi MRP Terancam Kosong

"Meminta aturan dihapuskan ketika ada persoalan, itu bukan tindakan bijakKalau dihapus, maka aturan apa yang harus dipakai?" ujar Slamet yang juga ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut.

Slamet mengatakan, jika terdapat pelanggaran dalam keagamaan, peraturan itu harus menjadi pedoman dalam menyelesaikan persoalanSlamet menyatakan bahwa kekerasan terhadap jemaat HKBP itu, dipicu oleh konflik yang selama ini tidak diselesaikan"Harus diakui bahwa ada sekelompok masyarakat yang bermaksud mendirikan rumah ibadah, yang satu menolak," katanya.

PB NU, papar dia, akan terlibat dalam mencarikan solusi abadiMaksudnya, agar keinginan umat Kristiani yang memerlukan tempat ibadah tercapai, dan keinginan masyarakat juga tercapai.

Kasus penusukan terhadap pengurus jemaat HKBP pada Minggu (12/9) merupakan ekses dari aturan pendirian tempat ibadahKasus tersebut dipicu oleh penolakan warga atas kegiatan ibadah di lahan kosong seluas 220 meter persegi di Kampung Ciketing Asem, Mustika Jaya, BekasiMeski demikian, jemaat HKBP tetap melaksanakan ibadah di lahan kosong tersebut sejak 11 Juli 2010.

Dalam kasus penusukan, polisi telah memeriksa sebanyak 10 tersangkaSalah satunya adalah pimpinan Front Pembela Islam (FPI) MuharliPolisi menganggap Muharli telah menghasut.

PB NU memastikan ikut terlibat dalam perundingan jemaat HKBP dengan warga Ciketing, BekasiSlamet berharap, kedua pihak bisa menggunakan kepala dingin dalam menyelesaikan perseteruanTidak justru saling memprovokasi"Kita harus bisa melihat secara komprehensif, agar persoalan ini betul-betul bisa diselesaikan dan diterima semua pihakPB NU akan terlibat dalam pertemuan keduanya," jelas Slamet.

PB NU, lanjutnya, berharap agar pemerintah dan lembaga-lembaga agama juga terlibat dalam dialog untuk mencari solusiTerkait insiden penusukan, dia juga sepakat bahwa hal itu adalah kasus kriminal murni, dan tidak boleh dikaitkan dengan sengketa pendirian gereja"Masyarakat jangan lagi dibebani dengan persoalan yang tidak pada dasarnyaSebab, masyarakat sudah terbebani dengan permasalahan ekonomi, sosial dan sebagainya," kata dia.

Secara terpisah, Kemenag telah menyiapkan solusi jangka panjang terhadap berlarutnya proses perizinan pembangunan rumah peribadatan HKBP Pondok Timur Indah, Bekasi tersebutPertama, mengusulkan mereka bergabung dengan HKBP terdekat yang berjarak 500 meter dari lokasiKedua, menawarkan pembangunan rumah peribadatan di lahan perumahan Kemang Pratama dan Harapan Baru Bekasi.

"Ini yang akan kita upayakan, kita dialogkan lagi, agar bisa diterimaSetidaknya, ini solusi jangka panjang terhadap permasalahan itu," ujar Sekjen Kementerian Agama, Bahrul Hayat.

Bahrul menjelaskan, bila usul kedua diterima, maka pembangunan rumah ibadah di salah satu perumahan yang diajukan pemerintah itu, segala fasilitasnya akan menggunakan fasilitas sosial (fasos) yang memang sudah disediakan oleh pengembangMengenai luas lahan, Bahrul belum bisa menyampaikannya.

"Itu nanti kita bicarakan lagiNamun, yang jelas, artinya itu akan menggunakan fasilitas sosial dan disediakan oleh pihak pengembang," ujarnya(zul-jp/c1/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jatah Honorer Ditentukan Hari ini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler