SPPI Dorong Badan Legislasi DPR Segera Revisi UU Pos

Rabu, 27 November 2019 – 18:10 WIB
Ketua Umum DPP Serikat Pekerja Pos Indonesia (DPP SPPI) Jaya Santoso dan pengurus SPPI usai bertemu Badan Legislasi DPR di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/11). Foto: Friederich Batari/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI) mendorong Badan Legislasi (Baleg) DPR RI segera merevisi UU Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos. Pasalnya, keberadaan UU Pos sangat liberalis dan kapitalis sehingga merugikan karyawan dan negara.

“Hal ini merugikan PT Pos Indonesia sebagai BUMN dan juga merupakan karyawan PT Pos itu sendiri,” kata Ketua Umum DPP Serikat Pekerja Pos Indonesia (DPP SPPI) Jaya Santoso usai bertemu Badan Legislasi DPR di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/11).

BACA JUGA: PT Pos Indonesia Berbenah Diri Lebih Unggul, Target Go-Global

Menurut Jaya Santoso, sesungguhnya SPPI mendorong agar dilakukan perubahan terhadap seluruh isi UU Pos karena merugikan karyawan dan negara.

Jika tidak dapat mengubah semua isi UU Pos, menurut Jaya, pihaknya mengusulkan sejumlah pasal agar mendapat prioritas untuk direvisi. Di antaranyaPasal 1, Pasal 15, Pasal 27, Pasal 29, Pasal 34, Pasal 50 dan Pasal 51 UU Pos.

BACA JUGA: PT Pos Indonesia Ungkap Penyebab Pengiriman Barang dari Batam Tersendat

“Dari semua pasal yang diusulkan untuk dilakukan perubahan maka yang prioritas adalah Pasal 51 UU Pos yakni penyehatan perusahaan,” katanya.

Untuk diketahui, Pasal 51 UU 38/2019 menyebutkan: “Untuk mempersiapkan badan usaha milik negara dalam menghadapi pembukaan akses pasar, perlu dilakukan upaya penyehatan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun.”

BACA JUGA: Serikat Pekerja Gugat Manajemen PT Pos Indonesia

Menurut Jaya, dalam pasal 51 tersebut tidak diatur mengenai pihak yang bertaanggung jawab untuk melakukan penyehatan terhadap PT Pos.

Setelah 24 tahun UU Pos berjalan, menurut Jaya, ada 43.003 orang karyawan Pos yang masuk bekerja saat PTT sampai dengan Perum Pos dan Giro baik yang telah pensiun maupun yang masih aktif saat ini masih berstatus Pegawai Negeri Sipil dan belum pernah di PHK sebagai PNS tetapi tidak pernah menerima hak dan benefit/remunerasi sebagai PNS/ASN hingga saat ini.

"Sebanyak 43.003 orang karyawan PT Pos diabaikan. Kami tidak diurus,” tegas Jaya Santoso.

Menurut Jaya, sampai saat ini pihaknya belum pernah menerima surat pemberhentian sebagai pegawai PT Pos Indonesia. “Gaji kami di BUMN, PT Pos beda dengan gaji PNS di luar PT Pos,” katanya.

Oleh karena itu, kata Jaya, SPPI mendesak Baleg DPR dan Pemerintah untuk segera merevisi UU 38/2009 dan diperjuangkan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolgenas) Perioritas tahun 2020.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler