SPRI Desak Perbaikan Data PKH dan Rastra

Jumat, 13 April 2018 – 01:05 WIB
Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) berdemo di depan kantor Kemensos. Foto: Ist for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) meminta data Program Keluarga Harapan (PKH) dan beras sejahtera (rastra) diperbaiki karena dinilai bermasalah.

Mereka juga meminta pendataan ulang terhadap 13 juta keluarga miskin yang belum tercatat sebagai penerima PKH dan rastra.

BACA JUGA: Jokowi Serahkan 1.250 PKH dan 1.170 KIP di Gresik

Ketua Umum SPRI Marlo Sitompul menilai PKH dan rastra atau bantuan program nontunai (BPNT) berisi kekacauan basis data terpadu program penanganan fakir miskin.

Pihaknya juga menemukan sejuta data PKH-rastra bermasalah seperti penerima yang tidak diketahui keberadaannya.

BACA JUGA: 2019 Bantuan PKH Naik 4%, Jangan Curiga Terkait Pilpres ya

Ada juga penerima sudah meninggal dunia, tidak ada ahli warisnya, dan penerima tak hadir saat panggilan pertama oleh bank.

“Karena itu, SPRI menuntut perbaikan data yang bermasalah dan dilakukan terbuka dengan melibatkan rakyat miskin,” kata Marlo dalam orasinya di hadapan seribu pedemo yang berunjuk rasa di kantor Kemensos, Kamis (12/4).

BACA JUGA: Jika Rastra tak Cepat Disalurkan, Kemiskinan Meningkat

Marlo mengatakan, berdasar UU No. 13 Tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin, seluruh rakyat miskin seharusnya mendapatkan PKH-rastra.

Dia menjelaskan, berdasar riset yang dilakukan SPRI, kekacauan data disebabkan banyak penerima PKH dan rastra yang bersumber dari data hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 dan tidak sepenuhnya bersumber pada Basis Data Terpadu (BDT) 2017.

Menurut Marlo, basis data terpadu 2017 yang digunakan sebagai acuan data sasaran penerima PKH-rastra bermasalah karena tidak membuka kesempatan warga miskin untuk terlibat.

Sistem ranking dan penetapan data sasaran penerima PKH-rastra dilakukan sepihak oleh Kemensos dan TNP2K.

“Selain masalah pendataan di atas, masalah penting lainnya terkait program bantuan sosial adalah bahwa program ini cenderung menjadi alat elite politik untuk meraih dukungan,” tambah Marlo.

Dia mencontohkan penerima PKH dan rastra di Jatim lebih banyak dibandingkan Jabar.

Padahal, menurut Marlo, jumlah penduduk Jabar lebih banyak daripada Jatim.

“Kekacauan data di atas telah menyebabkan ratusan ribu keluarga miskin kehilangan hak untuk mendapatkan PKH Rastra,” tutur Marlo.

Dia menyatakan, selama ini publik tidak pernah menerima penjelasan yang logis terhadap meningkatnya jumlah penerima PKH-rastra di Jawa Timur.

“Wajar saja jika kami menuding dugaan politisasi PKH-rastra oleh elite yang bersaing dalam pilgub  Jawa Timur. Elite politik yang terbukti memolitisasi program bansos untuk kepentingan meraup suara harus diproses secara hukum,” ujar Marlo. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Beras Belum Turun, Penyaluran Rastra Dipercepat


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler