jpnn.com - JAKARTA - Direktur Eksekutif Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat, Asmono Wikan menduga Tabloid Obor Rakyat yang diduga menjadi alat kampanye hitam ke Joko Widodo memang mengusung misi politik. Menurutnya, Obor Rakyat yang diterbitkan oleh staf Istana Kepresidenan bernama Setyardi Budiono itu jelas demi kepentingan politik penyandang dana pembuatan tabloid yang dibagi-bagikan secara gratis itu.
Menurut Asmono, tidak ada investor yang serius mau menggeluti bisnis media mau menghabiskan uang tanpa tujuan untuk meraup keuntungan. “Kalau serius berbisnis media bukan seperti ini caranya. Jadi kalkulasi Tabloid Obor Rakyat jelas bukan kalkulasi bisnis, melainkan kalkulasi politik,“ kata Asmono kepada wartawan di Jakarta, Selasa (17/6).
BACA JUGA: Ingatkan Istana Agar Tak Jadi Bagian dari Kampanye Hitam ke Jokowi
Lebih lanjut Asmono membedah kejanggalan dalam kasus Obor Rakyat. Misalnya dari hitungan biaya. Dari hitungan Asmono, perkiraan biaya operasional dan nonoperasional untuk pembuatan Obor Rakyat sangat besar.
Dirincikannya, Obor Rakyat yang berformat tabloid setebal 16 halaman, jika dicetak 100 ribu eksemplar saja bisa menhabiskan dana hingga di atas Rp 100 juta. “Itu belum ongkos penulis, ongkos distribusi dan ongkos lainnya,” ucapnya.
BACA JUGA: Status Menteri PDT Tergantung Hasil Penyidikan atas Bupati Biak
Karenanya Asmono meragukan Setyardi mampu membiayai sendiri penerbitan Obor Rakyat yang sudah mencapai tiga edisi itu. “Jangan-jangan dia hanya menjadi bemper dari agenda besar,” ucapnya.
Kejanggalan lain dalam Obor Rakyat adalah tidak adanya badan hukum penerbitnya. Asmono menjelaskan, untuk mendirikan media selain tidak murah dari sisi operasional juga dibutuhkan izin bagi badan hukum penerbitnya. Sebab, izin itu memang diharuskan dalam Undang-Undang Pers.
BACA JUGA: Prediksikan Lebih Banyak Swing Voters ke Prabowo-Hatta
Asmono menambahkan, media yang diterbitkan harus memuat nama pengelola, penanggung jawab redaksi, serta alamat kantor. Yang tak kalah penting, lanjutnya, media yang diterbitkan juga harus menjunjung tinggi prinsip-pinsip jurnalisme termasuk akurasi pemberitaan.
Namun, kata Asmono, merujuk pada tampilan dan isi Obor Rakyat maka media yang isinya menyudutkan Jokowi itu sulit untuk dianggap sebagai media profesional. “Obor Rakyat sangat absurd karena berpotensi merusak iklim kemerdekaan pers. Tidak relevan dengan logika industri, logika pasar, UU Pers dan kode etik jurnalistik. Terus terang ini melecehkan publik dengan informasi sampah dan satu arah," ulasnya. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus Bupati Biak, Abraham: Ada Sistem Ijon
Redaktur : Tim Redaksi