Sri Hijrah ke Washington Diduga Rekayasa

Rabu, 05 Mei 2010 – 23:15 WIB
JAKARTA - Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit, melihat kalau mundurnya Sri Mulyani dari jabatan Menteri Keuangan (Menkeu) dan hijrah ke Washington merupakan rekayasa politik untuk mencairkan kebuntuan politik yang terjadi akibat bergulirnya (proses hukum) rekomendasi Pansus Bank Century, dan sebelum Sri Mulyani dilengserkan"Itu kompromi politik pemerintah dan anggota koalisinya

BACA JUGA: Minta Persetujuan Presiden Ditunda

Langkah ini jelas mengakomodir Partai Golkar dan PKS yang memang tidak menyukai Sri Mulyani," kata Arbi Sanit, di Jakarta, Rabu (5/5).

Buktinya kata Arbi, Sri Mulyani diboikot oleh Fraksi PDIP dan Hanura, dengan berpijak pada isi rekomendasi DPR terhadap skandal Bank Century, sementara Golkar dan PKS tidak memboikot
"Ini sinyal bagi saya bahwa ada kompromi yang telah disepakati dengan mengorbankan Sri Mulyani

BACA JUGA: Ada Kepentingan Kapitalis Asing

Dengan kompromi itu, semua elit selamat dan tuntutan masyarakat berupa penuntasan skandal Bank Century akan tenggelam dengan sendirinya," tegas Arbi.

Selain itu, Arbi juga mensinyalir bahwa pemerintah Amerika Serikat (AS) turut berperan atas kepindahan Sri Mulyani ke Bank Dunia itu
"Amerika Serikat memiliki kepentingan atas stabilitas di Indonesia, karena saham terbesar Bank Dunia dimiliki Amerika

BACA JUGA: Polri Sayangkan Komentar ICW

Kalau Sri itu masih Menkeu yang saat ini tengah diperiksa KPK, tentu tidak nyaman bagi AS," jelasnya.

Sementara, pakar Hukum Tata Negara, Irmanputra Sidin menilai, mundurnya Sri Mulyani dari jabatan Menkeu merupakan bentuk penyelamatan politik dan tidak ada yang salah"Presiden punya hak prerogratif, karenanya dapat melakukan apapun untuk mengganti menterinya, termasuk merekayasa pemunduran diri Sri Mulyani," katanya.

Lebih jauh, Irmanputra Sidin menegaskan bahwa dalam sistem seperti saat ini, malaikat pun segan untuk mengelola bangsa ini dan jika tidak segera dilakukan pembenahan sistem, maka hal seperti ini akan terus terjadiSBY katanya, seharusnya bisa memanfaatkan momentum kasus Bank Century untuk membenahi bangsa ini.

Sedangkan anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura, Akbar Faisal, justru mempertanyakan loyalitas Sri Mulyani pada bangsa dan masyarakat Indonesia"Di saat wakil rakyat memintanya mundur, dia bersikukuh pada jabatannyaAnehnya, ketika lembaga asing memintanya mundur dari jabatan menteri dan ditawari posisi Managing Director Bank Dunia, dia langsung meninggalkan jabatannyaPertanyaan kita, siapa sebenarnya bos Sri Mulyani ini? Rakyat Indonesia atau pemerintah AS?" tanya Akbar.

Terkait spekulasi banyak pihak yang menyatakan bahwa kasus Bank Century selesai dengan sendirinya seiring hijrahnya Sri Mulyani ke Washington, Akbar menjamin fraksinya akan terus mengawal sampai selesai"Pansus Century dibuat bukan untuk memberikan sanksi pada Sri Mulyani, tapi kepada Presiden atau Wakil Presiden," tegas Akbar.

Sikap yang sama, menurut Akbar, juga dimiliki oleh Fraksi Partai Golkar, mengingat skandal Bank Century bukanlah masalah pribadi tapi lebih kepada penegakan konstitusi"Saya pribadi pengagum Sri MulyaniNamun kita tidak mau terkontaminasi dengan subjektivitas, karena konstitusi harus kita bela dan tegakkan," katanya lagi(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus Century Diprediksi akan Happy Ending


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler