jpnn.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan kondisi perekonomian global seusai kembali dari Paris Summit 2023.
Bendahara Negara menyebut saat ini tren perekonomian global masih dalam kondisi tertahan dan tak pasti.
BACA JUGA: Presiden Ungkap 66 Negara Rentan Kolaps Akibat Perekonomian Global, Indonesia Aman?
Berbagai prediksi lembaga yang dikeluarkan dunia, seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia dan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), menggambarkan tren perekonomian 2023 cukup lemah bila dibandingkan dengan 2022 maupun 2021.
"Memang menggambarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global masih tak pasti,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Juni 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin.
BACA JUGA: Sri Mulyani Buka-bukaan soal Warisan Jokowi untuk Indonesia
Sri Mulyani menjelaskan Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini hanya akan berada di kisaran 2,1 persen.
Selain itu, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi global 2023 sebesar 2,7 persen dan proyeksi OECD sebesar 2,7 persen.
BACA JUGA: Menkeu Sri Mulyani Bicara soal Anggaran Pemilu 2024, Hati-Hati
Sejalan dengan pelemahan ekonomi global, perdagangan global juga menunjukkan pelemahan yang signifikan pada 2023.
IMF memprediksi perdagangan global tumbuh hanya sekitar 2,4 persen pada tahun ini, lebih rendah bila dibandingkan pertumbuhan pada 2022 yang tercatat sebesar 5,1 persen dan pada 2021 sebesar 10,6 persen.
Adapun dari sisi inflasi, IMF memproyeksikan laju inflasi akan mengalami tren penurunan.
"Inflasi dunia diperkirakan mencapai 7,0 persen pada 2023, dengan inflasi Amerika Serikat sebesar 4,5 persen dan negara berkembang sebesar 8,6 persen," kata Menkeu.
Meski begitu, lanjut Sri Mulyani, prediksi laju inflasi pada 2023 masih lebih tinggi bila dibandingkan tren inflasi sebelum masa pandemi COVID-19.
Di sisi lain, eskalasi geopolitik di Ukraina dan beberapa negara besar di dunia serta debt distress di negara berkembang maupun negara maju juga masih memberi tekanan pada perekonomian global.
“Beberapa negara sektor keuangannya mengalami kerapuhan. Inflasi tinggi dan suku bunga yang meningkat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan erosi pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut,” jelas Sri Mulyani.
PMI Manufaktur juga masih memberi tekanan yang tinggi. Di kalangan negara G20 dan ASEAN-6, hanya 24 persen negara yang berada pada posisi ekspansi dan meningkat, yaitu India, Filipina, Rusia, Jepang, dan China.
Namun, negara yang berada di zona ekspansi hanya sekitar 14 persen, termasuk Indonesia, Thailand, dan Meksiko.
“Ini menggambarkan aktivitas dari PMI manufaktur, kondisi perekonomi keseluruhan, dan pertumbuhan ekonomi global termasuk perdagangan global mengalami pelemahan,” ujar Sri Mulyani.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul