jpnn.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan fakta tentang penggunaan dana Otonomi Khusus atau Otsus Papua dan Papua Barat
Sri Mulyani mengungkapkan bahwa realisasi dana Otsus Papua dan Papua Barat yang bergulir sejak 20 tahun lalu masih banyak yang tersisa.
BACA JUGA: Reaksi Masyarakat Batak di Papua Terkait Serangan Rasial Kepada Pigai
Penyebabnya, menurut Sri Mulyani, karena kelemahan tata kelola, termasuk perencanaan belum optimal dari pemerintah daerah.
“Dana Otsus dipakai untuk mengejar ketertinggalan, namun pemakaiannya tidak maksimal dilihat dari sisa anggarannya,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komite I DPD RI secara virtual di Jakarta, Selasa(26/1).
BACA JUGA: Kasus Rasial terhadap Pigai, Ambroncius Buru-buru ke Bareskrim, Mengaku Anak Papua
Menkeu Sri Mulyani mengatakan, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) dana Otsus terbilang tinggi baik di Papua maupun Papua Barat.
Ia menjelaskan rata-rata sisa dana Otsus di Papua mencapai Rp528,6 miliar per tahun dan dana transfer infrastruktur (DTI) sebesar Rp389,2 miliar dalam tujuh tahun terakhir.
BACA JUGA: 5 Fakta Wanita Muda Berbuat Begituan dengan Pria Misterius di Halte Bus, Bikin Geleng Kepala
Bahkan, lanjut dia, pada 2019 terdapat sisa dana Otsus sebesar Rp1,7 triliun.
Sementara itu di Papua Barat, kata dia, rata-rata sisa dana Otsus dalam tujuh tahun terakhir mencapai Rp257,2 miliar per tahun dan DTI sebesar Rp109,1 miliar. Sedangkan pada 2019, terdapat sisa dana Otsus mencapai Rp370,7 miliar.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu bahkan menyoroti rendahnya belanja kesehatan dan pendidikan, padahal keduanya merupakan sektor yang harus dikejar ketertinggalannya.
Di Papua, belanja pendidikan hanya 13,8 persen, dan kesehatan 8,7 persen.
Sedangkan di Papua Barat belanja pendidikan mencapai 14,3 persen dan kesehatan hanya 7,6 persen.
“Dari sisi perencanaan belum memadai dan belum ada desain mengenai bagaimana output dengan dana dan belanja yang ditingkatkan. Untuk infrastruktur, perlu usulan yang sudah direncanakan dan dirancang baik sehingga waktu anggaran diberikan, dia bisa dieksekusi dan tidak menjadi sisa,” ucapnya.
Selain itu, alokasi dana Otsus, kata dia, hanya berpusat di provinsi sehingga beban menjadi berlebihan yang mengakibatkan ketimpangan di antara beberapa kabupaten dalam satu provinsi.
Dampak dari masalah itu, imbuh Sri Mulyani, permintaan penyaluran cenderung lambat karena tergantung pada perencanaan dan target sasaran.
Sri Mulyani mencatat pendanaan untuk Papua dan Papua Barat cukup besar selama 20 tahun terakhir dengan total alokasi Otsus dan dana transfer infrastruktur mencapai Rp138,65 triliun dari 2002-2021.
Selain itu, transfer keuangan dan dana desa (TKDD) dari 2005-2021 mencapai Rp702,3 triliun dan belanja kementerian/lembaga mencapai Rp251,29 triliun selama 2005-2021.
Pemerintah mengusulkan revisi UU 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua yang salah satu poinnya adalah pasal 34 terkait pendanaan.
Pemerintah mengusulkan dana Otsus akan diperpanjang 20 tahun lagi dengan peningkatan alokasi sebelumnya 2 persen menjadi 2,25 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU).
Perpanjangan itu dilakukan karena pemerintah Pusat mencermati masih terjadi kesenjangan di wilayah Papua. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo