Sri Raja Prabu Rajasa Nagara Kebanyakan Lupa

Jumat, 23 Desember 2016 – 06:38 WIB
Dimas Kanjeng Taat Pribadi saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang pembunuhan eks dua sultannya, Abdul Gani dan Ismail Hidayah di Ruang Sidang 1 PN Kraksaan, kemarin. Foto: Zaenal Arifin/Radar Bromo/JPNN.com

jpnn.com - KRAKSAAN – Persidangan kasus pembunuhan eks dua anak buah Dimas Kanjeng Taat Pribadi digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kraksaan,  Probolinggo, kemarin (22/12).

Dimas Kanjeng dihadirkan sebagai saksi. Namun, tak banyak keterangan yang diperoleh dari pria yang digelari Sri Raja Prabu Rajasa Nagara tersebut.

BACA JUGA: Dimas Kanjeng Hadiri Sidang, Bu Marwah Datang

Sebab, Dimas Kanjeng yang juga jadi tersangka pembunuhan 2 eks anak buahnya, penipuan, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mengaku banyak lupa.

Ia tak mengingat lagi berita acara pemeriksaan (BAP)-nya maupun kejadian di padepokan.

BACA JUGA: Kebelet Sama Om Telolet Om

Dimas Kanjeng dihadirkan dalam sidang pembunuhan eks dua pengikutnya dengan tujuh terdakwa.

Yakni, pembunuhan Abdul Gani dengan terdakwa Wahyudi (purnawirawan TNI), Kurniadi. Serta, Ahmad Suryono dan Wahyu Wijaya. Dua nama terakhir merupakan pecatan TNI berpangkat Letkol yang terlibat dalam pembunuhan Abdul Gani dan Ismail Hidayah.

BACA JUGA: Hayo Lohhh..Ngapain di Kamar Kos Berduaan

Tiga terdakwa lain dalam kasus pembunuhan Ismail Hidayah adalah Mishal Budianto alias Sahal, Suari alias Samsudi. Serta, Tukijan.

Dari pantauan Jawa Pos Radar Bromo, Dimas Kanjeng kemarin datang ke PN Kraksaan dengan pengawalan ketat petugas. Dimas Kanjeng yang mengenakan hem lengan panjang warna putih dipadu celana hitam itu langsung jujuk di lantai 2 PN Kraksaan, pagi kemarin.

Saat turun dari lantai 2 menuju ruang sidang, Dimas Kanjeng yang berpenampilan klimis dengan rambut disisir ke belakang itu, dapat pengawalan ketat petugas keamanan.

Ia awalnya mengikuti sidang pembunuhan Abdul Gani. Di awal persidangan, penasihat hukum (PH) 7 terdakwa mengajukan keberatan.

Sebab, sesuai pasal 168 KUHAP, saksi yang menjadi terdakwa atas kasus yang sama diperbolehkan menolak untuk diperiksa keterangannya alias mengundurkan diri sebagai saksi.

Saksi pun menyatakan menolak untuk diambil sumpah sebagai saksi. "Yang mulia majelis hakim, tolong dikembalikan pada saksi. Apakah bersedia diperiksa sebagai saksi atau menolak diperiksa," kata Muhammad Sholeh, selaku ketua tim PH para terdakwa.

Namun, jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan, pihaknya menghadirkan Taat Pribadi sebagai saksi bukan terdakwa atau tersangka.

"Saya sebagai jaksa penuntut hanya melaksanakan penetapan dan putusan majelis hakim. Taat Pribadi ini dihadirkan sebagai saksi," kata H. Usman, selaku JPU.

Kemudian majelis hakim yang diketuai Yudistira menyampaikan sesuai pasa 169 KUHAP, semua warga Indonesia berkewajiban untuk memberikan keterangan. Karena itu, majelis hakim pun memutuskan sidang tetap dilanjutkan.

Awalnya, Taat Pribadi meminta diperiksa keterangannya tanpa diambil sumpah. Namun, majelis hakim yang diketuai Yudistira keberatan. Ia menyebutkan, saksi harus diambil sumpahnya.

Sebab, sesuai dengan pasal 1 angka 15, saksi yang boleh mengundurkan diri memberikan keterangan itu yang menjadi terdakwa, bukan sebagai tersangka atas kasus yang sama. Mendengar pernyataan majelis hakim itu, Dimas Kanjeng pun tak bisa berkelit. Ia akhirnya disumpah.

Dalam persidangan, saksi Dimas Kanjeng menyampaikan, Abdul Gani merupakan santrinya yang juga jadi Sultan Agung di kerajaannya.

Saat majelis hakim menanyakan tanggal dan bulan Gani dibunuh, Dimas Kanjeng mengaku lupa.

Ia hanya menyebut kejadian pembunuhan Abdul Gani itu berlangsung tahun ini. "Saya tahunya Gani terbunuh atau meninggal dunia dari media," kata Dimas Kanjeng.

Saat ditanya soal pembunuhan dan motif pembunuhan Gani, Dimas Kanjeng pun dengan enteng menjawab tidak mengetahuinya. "Saya tidak tahu," ujarnya.

Namun, kepada Majelis Hakim, Dimas Kanjeng mengaku ia sempat memberi uang Rp 130 juta kepada terdakwa Wahyu Wijaya. Saat itu, Wahyu Wijaya jadi perantara lantaran duit itu mau dipinjam Abdul Gani.

Saat ditanya waktu pemberian duit itu, Dimas Kanjeng lagi-lagi mengaku lupa. Ia hanya menyebut tak pernah ada permasalahan antara dirinya dengan korban. "Tidak ada masalah. Semuanya biasa saja," ujar Dimas Kanjeng.

Dimas Kanjeng juga mengaku tak pernah tahu pelaku pembunuhan Abdul Gani. Ia hanya mengingat, Abdul Gani pernah berseberangan dengan sejumlah anak buahnya.

Ia pun mengaku pernah mengingatkan pada terdakwa Wahyu Wijaya agar tidak bertindak yang memalukan padepokan.

Mengingat, Wahyu Wijaya pernah menghadap dan menceritakan perbuatan Gani sudah memalukan padepokan.

Disebutkan Dimas Kanjeng, Wahyu Wijaya pernah mengatakan, ingin menyelesaikan permasalahan dengan Abdul Gani dengan caranya sendiri.

"Saya mencegah dengan mengingatkan untuk tidak berbuat yang memalukan padepokan. Tapi, saya tidak tahu maksud Wahyu Wijaya akan menyelesaikan dengan cara Wahyu Wijaya itu," terang Taat Pribadi.

Pada 12 April 2016, Dimas Kanjeng mengakui sudah menyerahkan uang Rp 130 juta pada Wahyu Wijaya untuk diserahkan pada Gani sebagai pinjaman. Setelah menyerahkan uang melalui Safi'i, Dimas Kanjeng mengaku pergi ke Surabaya.

Sehingga, ia tidak mengetahui soal pembunuhan Abdul Gani tersebut. Dimas Kanjeng pun mengetahui soal pemanggilan Abdul Gani yang melaporkan padepokannya ke Mabes Polri. "Gani memang dipanggil Mabes Polri. Sebagai saksi," ujarnya.

Saat JPU menyinggung soal janji saksi akan memberikan modal pada Gani untuk mendirikan koperasi, Dimas Kanjeng membenarkannya.

Namun, tidak pernah menyebutkan nominal modal yang dijanjikan. "Modalnya tidak sampai Rp 15 miliar yang saya sampaikan. Karena tidak menyebut jumlah," tambahnya.

Kepada majelis hakim, Dimas Kanjeng juga banyak menceritakan soal padepokannya. Ia menyebut, padepokannya yang terletak di Dusum Sumber Cengkelek, Desa Wagkal, Kecamatan Gading, itu memiliki sekitar 15.000 pengikut yang tersebar di seluruh Indonesia. Uang mahar yang diberikan pengikut hanya bersifat sukarela dan nominalnya tidak sama.

Di padepokan sendiri hanya ada kegiatan keagamaan dan sosial. Paling banyak, istighotsah. "Tidak ada yang sampai (memberi) Rp 300 miliar maharnya. Jadi, bohong itu," tandas Dimas Kanjeng.

Menurutnya, mahar paling besar yang diberikan oleh pengikut hanya sampai Rp 1 miliar. (mas/mie/sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tas Hitam itu Langsung Diledakkan Gegana


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler