jpnn.com, MATARAM - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan ahli perbankan dilibatkan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat dalam menelusuri aliran dana terkait dugaan korupsi benih jagung.
Diketahui, dugaan korupsi di Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) itu terjadi pada 2017 dengan dugaan kerugian negara sekitar Rp 15,45 miliar.
BACA JUGA: Kementan Bakal Tindak Tegas Pihak yang Mempermainkan Benih Jagung
"Sedang kami lakukan itu (penelusuran aliran dana). Bagaimana hasilnya nanti akan kami sampaikan lebih lanjut," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB Gunawan Wibisono di Mataram, Selasa (16/2).
Gunawan berharap penelusuran aliran dana tersebut membuahkan hasil, terutama untuk menguatkan dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut.
BACA JUGA: RT Bayar Jasa Prostitusi Pakai Uang Palsu, Lihat Ekspresinya Usai Tertangkap
Dia menyebutkan, keterangan dari PPATK dan ahli perbankan nantinya diperlukan sebagai petunjuk bagi penyidik.
"Nanti perkembangannya akan kami sampaikan. Kami akan terbuka," ujar Gunawan.
BACA JUGA: Brigjen Edi Swasono Marah Besar: Ini Sudah Sangat Keterlaluan
Sejauh ini Kejati NTB sudah menetapkan Kadistanbun NTB Husnul Fauzi selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) sebagai tersangka.
Tersangka lainnya adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial IWW.
Pihak pelaksana proyek dari perusahaan swasta juga turut menjadi tersangka, yakni LIH yang merupakan direktur PT. WBS dan AP sebagai direktur PT. SAM.
Sebelumnya Gunawan mengatakan hasil penyidikan yang dilakukan sejak Oktober 2020 lalu, didapat bukti bahwa perbuatan para pelaku telah menyebabkan munculnya kerugian negara yang cukup besar.
Penyidik memang belum mendapatkan hasil audit dari auditor negara, namun berdasarkan penghitungan mandiri oleh penyidik, ditemukan nilai kerugian mencapai Rp 15,45 miliar.
Angka dugaan kerugian itu muncul dari jumlah benih tidak bersertifikat dan gagal tanam, sesuai pekerjaan yang dilaksanakan oleh dua perusahaan swasta selaku pelaksana proyek pengadaan benih.
BACA JUGA: Begini Modus Lukman Hakim Menilap Dana Bansos Kemensos
Jaksa penyidik memerinci bahwa kerugian negara dari PT. WBS sekitar Rp 7 miliar, sedangkan dari PT. SAM Rp 8,45 miliar.
Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Proyek pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017 ini berasal dari program budidaya jagung skala nasional Ditjen Tanaman Pangan Kementan RI.
BACA JUGA: Gus Nur Satu Sel dengan Ustaz Maaher di Rutan Bareskrim, Ungkap Hal Mengejutkan
Provinsi NTB saat itu mendapat kuota tanam seluas 400.805 hektare dengan target panen 380.765 hektare.
Pengadaannya tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada di NTB dengan anggaran mencapai Rp 48,256 miliar dari jumlah pengadaan skala nasional yang nilainya Rp 170 miliar.
Proyek ini dilaksanakan dalam dua tahap. Pertama dengan anggaran Rp 17,256 miliar, PT. SAM menyalurkan benih jagung ke petani sebanyak 480 ton. Untuk tahap kedua dengan nilai pengadaan Rp 31 miliar, PT. WBS menyalurkan 849 ton.
BACA JUGA: Tegas! Wapres Ingatkan Kapolri Jenderal Listyo Jangan Sampai Gagal
Dalam prosesnya, muncul temuan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSB-P) NTB terkait 190 ton benih jagung yang dikabarkan tidak sesuai dengan spesifikasi pengadaan. Ada yang rusak sehingga dikembalikan oleh kelompok tani.
Munculnya temuan itu sebelumnya menjadi dasar Tim Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3TPK) Kejagung RI melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan.
Dalam penyidikan, Kejati NTB membentuk sedikitnya dua tim penyidik pidsus yang beranggotakan belasan jaksa berkompeten di bidangnya.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam