jpnn.com - JPNN.Com - Rumah yang aman dan nyaman untuk mengakses internet ternyata bukan jaminan bakal terbebas dari tindak kejahatan. Sebab, hal itu justru bisa menjadi awal terjadinya eksploitasi seksual kepada anak.
Hal itu terungkap dari penelitian yang dilakukan Yayasan Sekretarian Anak Merdeka Indonesia (Samin) di beberapa wilayah termasuk Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tim peneliti Yayasan Samin menemukan 48 persen anak-anak mengakses internet di rumah.
BACA JUGA: Berkenalan di Facebook, Merayu untuk Bertemu, Lalu...
Sedangkan 23 persen lainnya mengakses internet di tempat umum se-perti kafe dan warnet. Sisanya, ada 15 persen anak mengakses di lingkungan sekolah.
Salah seorang peneliti Yayasan Samin, Bambang Pamungkas mengatakan, penelitan itu dilakukan terhadap 850 dengan validasi 830 orang. Terdiri atas pelajar tingkat SMP dan SMA yang ada di Jogja, Bantul, Sleman, Solo, Semarang, Jakarta, dan Mataram.
BACA JUGA: Heboh! Ada Grup Jual Beli di Medsos Memperdagangkan Janin
Yang mengejutkan, dari jumlah itu ada 60 persen anak-anak menggunakan internet untuk mengakses pornografi di internet. ”Mereka melihat, menonton dan menerima gambar serta video porno yang modelnya anak-anak,” katanya seperti diberitakan Radar Jogja.
Menurutnya, muatan pornografi disebar melalui berbagai media sosial seperti Facebook (FB), Instagram, YouTube maupun Blackberry Messenger (BBM). Parahnya, anak-anak remaja kini memiliki lebih dari satu akun media sosial agar leluasa mengakses pornografi.
BACA JUGA: Bertemu Mark Zuckerberg, Kapasitas Jokowi sebagai Gubernur
Dari hasi penelitian Yayasan Samin pun terungkap, para pelajar pernah dimintai untuk membagi gambar dan video porno oleh orang lain melalui akun mereka di media sosial. Yang meminta ada yang sudah dikenal seperti saudara, teman ataupun pacar. Tapi ada pula yang sama sekali belum dikenal.
”Sebanyak 64 persen anak-anak menyebut pernah melihat saudara dan teman meminta dikirimi gambar atau video porno,” jelasnya.
Peneliti Yayasan Samin lainnya, Nining Sholikhah menyebut kondisi itu mematahkan anggapan yang menyebut anak-anak lebih aman dan nyaman dengan mengakses internet di rumah. Ternyata para korban tidak menyadari bahwa gambar-gambar yang mereka kirimi dijadikan komoditi pornografi oleh para pelaku.
Nining menuturkan, akun media sosial kerap kali digunakan menjadi pintu masuk para penyebar pornografi. Pelajar perempuan yang sering memasang status galau di akun media sosial pun menjadi salah satu sasaran empuk.
”Melalui FB, biasanya orang-orang yang tidak dikenal ini menyapa dan mengajak kenalan pelajar yang kerap memasang status galau,” jelasnya.
Dari semula perkenalan di Facebook, biasanya berpindah menjadi obrolan intens melalui Messenger ataupun BBM. Ujungnya adalah ajakan untuk bertemu.
”Saat pertemuan ini ekspolitasi seks terbuka. Bukan tidak mungkin menjadi korban eksplotasi sek-sual komersil,” jelasnya.
Melihat ancaman yang serius terhadap eksplotasi seksual terhadap anak-anak secara online, Nining pun mengingatkan para orang tua agar aktif melakukan pencegahan. Menurutnya, kasus ekplotasi sosial bermula pada kepercayaan anak terhadap orang lain.
Anak lebih percaya pacar maupun orang lain sebagai tempat berbagi dibanding orang tua mereka. ”Bahkan hewan peliharaan dijadikan tempat menghilangkan stres bila ada persoalan,” jelasnya.
Nining menambahkan, pendampingan orang tua dan meluangkan waktu berkumpul dengan anak-anak menjadi sangat penting. Orang tua untuk tidak ragu me-nanyakan apa aktivitas anaknya di media sosial. ”Tanyakan apa yang di-download dan di-upload,” jelasnya.
(bhn/laz/ong/jpg/ara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Antoni